Dhamma itu Indah pada awalnya, Indah pada Tengahnya, dan Indah pada Akhirnya...

Saturday 26 May 2012

Dedaunan

DEDAUNAN

Ketika kita duduk di hutan yang sunyi, dan tidak ada angin yang bertiup, maka dedaunan akan tetap tenang pada pohonnya. Ketika angin bertiup, dedaunan pun berguguran.

Pikiran sama seperti dedaunan ini. Ketika ia bersentuhan dengan sebuah objek, ia akan bergetar sesuai dengan sifat alaminya. Semakin sedikit kamu mengetahui Dhamma, semakin besar getaran pikiranmu. Ketika pikiran merasakan kesenangan, maka ia mati dalam kesenangan. Ketika pikiran merasakan kesakitan, ia mati dalam kesakitan. Pikiran terus bergerak dalam cara seperti ini.

108 Perumpamaan Dhamma

Thursday 24 May 2012

Guk! Guk! Guk!!

Guk! Guk! Guk!

Saya pernah melihat seekor anjing yang tidak mampu memakan habis nasi yang telah saya berikan kepadanya, jadi dia berbaring dan tetap menjaga nasinya di sana. Anjing tersebut sangat kenyang sehingga ia tidak bisa makan lagi, tetapi dia tetap berbaring sambil berjaga di sana. Dia akan menunggu dan ngantuk, dan kadang-kadang dengan tiba-tiba memandang sekilas kepada makanan yang tersisa tersebut. Jika ada anjing lain yang datang untuk makan, tidak peduli berapa besar ataupun kecil anjing tersebut, dia akan menggeram. Jika ayam-ayam datang untuk makan nasi tersebut, dia akan menggonggong: Guk! Guk! Guk! Perutnya sudah terasa akan pecah, tetapi dia tidak dapat membiarkan seekor hewan pun datang untuk makan. Anjing tersebut kikir dan hanya mementingkan diri sendiri.

Manusia juga bisa bersifat seperti itu. Jika mereka tidak mengetahui Dhamma, jika mereka tidak mempunyai kesadaran akan tugas-tugas mereka terhadap orang-orang yang di atas maupun di bawah mereka, jika pikiran-pikiran mereka dikuasai oleh kekotoran-kekotoran akan rasa tamak, marah, dan ketidaktahuan, maka bahkan ketika mereka sangat kaya mereka akan kikir dan hanya mementingkan diri sendiri. Mereka tidak tahu bagaimana cara berbagi. Mereka merasa sulit bahkan untuk memberikan dana kepada anak-anak miskin dan orang-orang tua yang tidak punya apapun untuk dimakan. Saya telah memikirkan tentang hal ini dan ia membuat saya berpikir bagaimana manusia-manusia tersebut begitu mirip dengan hewan pada umumnya. Mereka tidak mempunyai kebajikan sebagai seorang manusia sama sekali. Sang Buddha menamakan mereka manussa-tiracchano: manusia yang seperti binatang. Seperti itulah mereka karena mereka kurang akan niat bajik, rasa kasih, rasa turut berempati, dan ketenang-seimbangan.


108 Perumpamaan Dhamma

Wednesday 23 May 2012

Pilih jadi Umat Atau Bhikkhu?

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhasa
PILIH JADI UMAT ATAU BHIKKHU? 
Happy Moment, Happy in Dhamma

Mau jadi Bhikkhu? pertanyaan ini kadang-kadang menjadi monster bagi orang tua, yang tak mau ditinggalin anaknya, menakutkan. Tak jarang umat Buddha yang mengalami kebimbangan, bingung menentukan pilihan hidup, apakah mau hidup berumah-tangga, atau jadi Bhikkhu ? Dari kebimbangan itu, ada pula yang mempunyai solusi alternative, yaitu, menempuh kehidupan selibat ( tidak mau menikah dan bekerluarga ) namun juga tidak bergabung menjadi anggota Sangha.

Haruskah menjadi Bhikkhu? Burukkah menjadi sekadar " umat-awan"? bermanfaatkah menempuh hidup ke-Bhikkhu-an?

              Menjadi seorang Bhikkhu memang merupakan sebuah kamma baik, bahkan bisa di sebut sebagai "hal-terbaik" bagi seorang umat Buddha, sebab menjadi Bhikkhu adalah hal yang bermanfaat, bagi dirinya sendiri maupun bagi semua umat manusia.

Akan tetapi, seseorang tidak dapat memaksakan diri menjadi Bhikkhu, jika belum menjadi buah kamma nya. Sebab, bila ia memaksakan dirinya, maka, secara mental ia tidak akan "tahan" dalam menjalani hidup ke-Bhikkhu-an yang penuh dengan aturan-aturan ( vinaya ) yang sangat ketat, yang bertolak belakang dengan kehidupan sebagai umat awan / perumah tangga.

Sehingga, seorang umat Buddha tidak perlu malu-malu untuk hidup sebagai umat awam jika memang kamma dan buah karmanya belum matang untuk ke sana. Sebaliknya, seseorang yang sudah masak buah karmanya, tidak pula dapat dihalang-halangi tekad nya untuk menjadi Bhikkhu atau mencapai kesempurnaan. Pangeran Gaotama, karena telah masaknya kesempurnaan yang beliau pupuk sejak empat  ( 4 ) Asankeyya dan seribu ( 100.000 ) kappa yang lampau, tidak dapat di cegah oleh keluarganya saat beliau hendak pergi meninggalkan istana, tahta, harta, istri, selir-selir, dan semua kemewahan yang beliau miliki saat itu, demi merealisasi ke-Buddha-an.

Dalam peraturan Agama Buddha, seseorang yang belum berumur 16 tahun harus meminta izin orang tua nya dulu sebelum jadi Bhikkhu. Tetapi jika sudah lewat 16 tahun tak perlu meminta izin. Peraturan ini di buat Buddha, sejak sejak Buddha mentahbiskan Rahula sebagai Bhikkhu, lalu membuat Raja Suddhodana sedih, dan meminta agar Buddha membuat peraturan bagi anak di bawah 16 tahun hendaknya perlu izin orang tua nya terlebih dahulu.

                 Kembali ke soal tadi, perlu atau tidaknya menjadi Bhikkhu?

                 jawabannya: tergantung matangnya buah kamma.

Sebenarnya orang beragama itu bukanlah soal keinginan, tapi soal buah kamma. Dulu saya pernah bilang, semua orang pernah merasakan neraka. Karena orang cuman mau ke surga jika sudah pernah merasa neraka. Begitu pula orang cuma mau benar jika sudah pernah salah. 

Jika memang orang beragama itu karena keinginan, tentu dari dulu kita sudah langsung ke agama, Islam, Hindu, Buddha,dan sebagainya. Tapi kenapa harus lahir berkali-kali. Kadang-kadang sebagai Kristen, lalu sebagai, Hindu, lalu sebagai, Buddhist? Ini semua karena perjalanan mental membutuhkan kamma-kamma yang sesuai untuk bisa mendapatkan keinginan yang di kehendaki.
  ¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*
Diambil dari Buku Y.M Bhikkhu Khemanando-Terapi Hati Menurut Buddha Dharma (Heart Treatment) (2011). 
Profile Bhikkhu Khemanando

¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•


Tuesday 22 May 2012

Perasaan Bahwa Lenganmu Pendek.

Perasaan Bahwa Lenganmu Pendek.

Ajaran-ajaran Buddha adalah tepat, mudah dimengerti, dan sederhana, tetapi sulit bagi seseorang yang mulai mempraktekkannya karena pengetahuannya tidak mampu mencapai ajaran-ajaran tersebut. Sama halnya seperti sebuah lubang: Ratusan dan ribuan orang akan mengeluh bahwa lubang tersebut terlalu dalam karena mereka tidak dapat mencapai dasarnya. Hampir tidak mungkin akan ada seseorang yang berkata bahwa masalahnya adalah lengannya yang terlalu pendek.

Sang Buddha mengajarkan kita untuk meninggalkan segala bentuk kejahatan. Kita melewati bagian ini dan langsung menuju pada membuat kebajikan tanpa meninggalkan kejahatan. Ini sama halnya dengan mengatakan bahwa lubangnya terlalu dalam. Sangat sedikit orang yang mengatakan bahwa lengannyalah yang terlalu pendek.

108 Perumpamaan Dhamma

Sunday 20 May 2012

Sebuah jarum Suntik

Sebuah jarum Suntik

...Inilah penderitaan. Penderitaan biasa adalah satu hal; penderitaan yang di atas dan melebihi biasanya adalah hal yang lain lagi. Rasa sakit biasa dari tubuh yang terbentuk ini adalah rasa sakit ketika kamu berdiri, sakit ketika kamu duduk, sakit ketika kamu berbaring: Semua hal ini adalah penderitaan yang normal, penderitaan biasa bagi tubuh yang terbentuk ini. Sang Buddha juga mengalami perasaan-perasaan seperti ini. Dia merasakan kesenangan yang seperti ini, rasa sakit yang seperti ini, tetapi dia telah menyadari bahwa itu semua adalah hal yang biasa. Semua kesenangan dan rasa sakit biasa ini bisa dibawanya ke dalam ketenangan karena dia telah memahaminya.

Beliau memahami penderitaan biasa: Hal ini adalah demikian adanya. Kesenangan dan penderitaan biasa tersebut tidaklah terlalu kuat. Sebagai gantinya, dia terus mengawasi penderitaan yang datang bertamu, penderitaan yang diatas dan melebihi biasanya.

Sama juga halnya ketika kita sakit dan pergi ke dokter untuk disuntik. Jarum suntik ditusukkan melalui kulit ke dalam daging kita. Akan terasa sakit sedikit, tetapi itu adalah hal yang biasa. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan. Ini yang harus terjadi pada semua orang. Penderitaan yang di atas dan melebihi penderitaan biasa adalah penderitaan upadana, atau kemelekatan. Hal ini seperti membasahi sebuah jarum suntik dengan racun dan menusukkannya ke dalam tubuh kita. Jarum tersebut tidak hanya menyakitimu dengan cara yang biasa: tidak sekedar penderitaan biasa. Melainkan jarum tersebut menyakiti hingga sanggup membunuhmu.

108 Perumpamaan Dhamma.

Daging yang Tersangkut di Gigimu.


Daging yang tersangkut di gigimu.

Hawa nafsu adalah sesuatu yang sulit untuk dihindari. Tidak ada bedanya dengan memakan daging dan kemudian sepotong kecil daging tersangkut di gigimu.

Wow, itu rasanya sakit! Bahkan sebelum kamu selesai makan, kamu akan mengambil tusuk gigi untuk mengeluarkannya. Ketika daging tersebut sudah terlepas kamu akan merasa lega sebentar dan kamu tidak ingin makan daging lagi. Tetapi ketika datang lebih banyak
daging ke hadapanmu, maka sepotong daging lain akan tersangkut lagi di gigimu. Kamu akan mengeluarkannya lagi dan kamu akan merasa lega lagi. Itu semua adalah hawa nafsu: tidak lebih dari sepotong daging yang tersangkut di gigimu. Kamu merasa risau dan
gelisah, dan kemudian kamu akan mengeluarkannya dari sistemmu dengan cara apa pun juga. Kamu tidak mengerti tentang apa ini semua. Ini menakjubkan.

108 Perumpamaan Dhamma

Kehausan Hingga Meninggal

Kehausan Hingga Meninggal


Seperti seseorang yang sangat kehausan karena menempuh perjalanan yang sangat jauh. Dia meminta air, tetapi orang yang memiliki air berkata kepadanya, “Boleh saja jika kamu ingin minum air ini. Airnya jernih, baunya tercium bagus, rasanya juga enak, tetapi air ini beracun, saya ingin kamu tahu itu. Air ini bisa meracunimu hingga mati atau memberimu rasa sakit seperti mati.” Tetapi laki-laki yang haus tersebut tidak akan mendengar karena dia sangat kehausan.

Atau seperti seseorang setelah menjalani pembedahan. Dia diberitahu oleh dokter untuk tidak meminum air, tetapi dia meminta air untuk diminum. Seseorang yang haus akan hawa nafsu adalah seperti ini: haus akan pemandangan, haus akan suara, bebauan, atau rasa, yang kesemuanya beracun.

Sang Buddha memberitahukan kepada kita bahwa pandangan, suara, bebauan, sensasi sentuhan, dan buah-buah pikiran adalah beracun. Mereka merupakan perangkap. Tetapi kita tidak mendengarkan Beliau. Seperti laki-laki yang haus akan air yang tidak akan mendengarkan peringatan karena rasa hausnya terlalu besar: Tidak peduli berapa banyak masalah atau rasa sakit akan ia jalani, yang ia minta hanyalah air untuk diminum. Dia tidak peduli, jika setelah meminum air tersebut, dia akan meninggal atau menderita rasa sakit seperti kematian. Secepat ia memperoleh segelas air ditangannya, dia akan terus minum.

Seorang manusia yang haus akan hawa nafsu akan meminum pandangan, meminum suara, meminum bebauan, meminum rasa, meminum sensasi sentuhan, dan meminum buah-buah pikiran. Kesemua hal tersebut terlihat nikmat, jadi dia terus meminumnya. Dia tidak dapat berhenti. Dia akan meminum semuanya hingga dia mati –terjebak dalam perbuatan tersebut, tepat berada di tengah hawa nafsu.

108 Perumpamaan Dhamma

Seekor Katak yang Tersangkut

Seekor Katak yang tersangkut

Hewan-hewan tersangkut dalam jebakan dan perangkap mengalami penderitaan. Mereka terikat, terperangkap dengan kuat. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu si pemburu datang dan menangkap mereka. Seperti see
kor burung yang terjebak dalam sebuah perangkap: Perangkap tersebut menjerat lehernya, dan sebesar apapun ia berjuang ia tidak dapat bebas.

Burung tersebut terus berjuang, memukul ke depan dan ke belakang, tetapi ia tetap terperangkap. Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu si pemburu. Ketika pemburu datang, itulah dia. Itu adalah Mara. Burung-burung takut kepadanya; semua hewan takut kepadanya karena mereka tidak dapat melarikan diri.

Perangkap kita adalah pandangan, suara, bebauan, rasa, sensasi sentuhan, dan buah-buah pikiran. Mereka mengikat kita dengan kuat. Ketika kita melekat pada pandangan, suara, bebauan, rasa, sensasi sentuhan, dan buah-buah pikiran, kita seperti seekor ikan yang tersangkut pada sebuah kail. Pada kenyataannya, kita jauh lebih buruk daripada seekor ikan yang tersangkut pada kail. Kita lebih seperti seekor katak yang tersangkut pada sebuah kail –karena ketika seekor katak menelan sebuah kail, maka kail tersebut akan masuk kedalam ususnya. Sedangkan ketika seekor ikan menelan sebuah kail, maka kail tersebut hanya akan masuk ke dalam mulutnya.

108 Perumpamaan Dhamma

Perayaan Waisak 2556BE di Tanjung Pura

PERAYAAN WAISAK 2556BE/2012 di Yayasan Perguruan Swasta Samanhudi - Tanjung Pura, Langkat-Sumatera Utara.


Kota Tanjung Pura juga merupakan kota multi etnis, dihuni oleh suku Jawa, suku Batak Karo, suku Tionghoa dan suku Melayu pada umumnya. Kemajemukan etnis ini menjadikan Tanjung Pura kaya akan kebudayaan yang beragam.
Agama di Tanjung Pura terutama:
Islam - dipeluk mayoritas suku Melayu juga jawa, mesjid terbesar berlokasi di Jalan Mesjid. Kristen - dipeluk sebagian besar suku batak Karo, gereja yang terbesar adanya di Jalan Bambu runcing 

Buddha - dipeluk mayoritas suku Tionghoa yang berdomisili di Kota Tanjung Pura


Hari Waisak 2556 BE/ 2012 ini dirayakan pada hari Sabtu, 19 Mei 2012 di Yayasan Perguruan Swasta Samanhudi dimana perayaan tahun ini diisi dengan berbagai acara yang sangat menarik sehingga acara ini berlangsung dengan meriah. Acara waisak tahun ini diisi dengan acara seperti Perlombaan Menyanyi, Donor Darah, Kebaktian Waisak yang dihadiri anggota Sangha, Pemberkahan Waisak, Pembacaan Paritta, Pemandian Rupang Buddha, Penghormatan Simbol-Simbol Tiga Peristiwa Suci, Prosesi Pradaksina, Pelepasan Lentera Terbang, Malam Kesenian, dan ditutup dengan pemberian penghargaan kepada pemenang perlombaan. Panitia perayaan waisak ini dipimpin oleh Up. Agus Leong Gotama, SAB, S.Pd. dan anggota Sangha dihadiri Bhikkhu Sirijayo dan Samanera Amara Panno.
(Amd)

Foto-Foto Perayaan Waisak 2556BE/2012

Thursday 10 May 2012

Kualitas Pribadi yang Disukai


Happy Moment, Happy in Dhamma

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhasa


Kualitas Pribadi Yang Disukai

Dalam Balapandita Sutta, Majjhima Nikaya, Sutta Pitaka, disebutkan ada tiga ciri orang yang berkepribadian baik yakni:
  • Succintitacinti, - lazim berpikir dalam hal-hal yang baik/bijak
  • Subhasitabhasi, - lazim berucap dalam hal-hal yang baik/bijak
  • dan Sukatakammakarikari, - lazim bertindak dalam hal-hal yang baik/bajik.

Berdasarkan Sutta tersebut, ciri-ciri orang yang mempunyai kepribadian baik dapatlah diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu: pikiran yang baik sebagai sifat orang yang baik ( pandita-lakkhana ), ucapan yang baik sebagai gambaran orang baik ( pandita-nimmita ), dan tindakan yang baik sebagai tanda orang yang mempunyai kepribadian yang baik ( pandita-padana ).

Pada dasarnya setiap orang mempunyai keinginan untuk membentuk kualitas diri yang baik, dan menjadi orang yang disukai banyak orang dalam artian bisa berinteraksi dan berkomunikasi baik dengan sesama. Hal ini sangat bermanfaat karena Dhamma selalu mengarah ke arah kita untuk membentuk kualitas baik batin maupun jasmani. Buddha selalu menganjurkan kita untuk selalu bertindak baik, menanam sesuatu yang baik dan tidak menganjurkan kita untuk berbuat jahat. Kualitas diri ini yang menjadi tujuan utama dalam membentuk manusia yang mempunyai toleransi terhadap sesama. Ada beberapa faktor yang menunjukkan kepribadian seseorang mempunyai kualitas diri yang baik, yaitu:

1.Ketulusan

ketulusan menempati pringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongin. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mangada-ada, pura-pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "ya diatas ya dan tidak diatas tidak". Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.

2.Kerendahan Hati

berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendahan hati justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orangyang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang di atas nya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya tidak merasa minder.

3. Kesetiaan

kesetian sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat. termasuk kesetiaan terhadap Ajaran Buddha.

4. Positive Thinking

Orang yang bersikap positif ( positive thinking ) selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih sua membicarakan kabaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan sebagainya. Sebaliknya, ketika ada orang yang mengecam ia selalu berfikir positif dengan mengatakan; semoga mereka selalu berbahagia, ketika ada orang yang menuduhnya, ia akan selalu mengatakan; semoga mereka berbahagia. bersikap positif adalah symbol berkembangnya latihan yang kita lakuka.

5. Keceriaan

Ceria adalah kata hati yang indah sedang terungkap. Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak harus diartikan ekpresi wajah dan tubuh tapi sakit hati. Orang yang ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa menertawakan situasi, orang lain, juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong semangat orang laiin.

6. Bertanggung jawab

Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya. Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan kalau merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalakan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang di alami dan di rasakan ( kalyanam va papakam va tass dayada bhavassanti).

7. Percaya Diri

Rasa percaya diri mungkin seseorang menerima dirinya sebagai adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan melakukannya dengan baik.

8. Kebesaran jiwa

Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memanfaatkan orang lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya di kuasai oleh rasa benci dan permusuhan. ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.

9. Easy Going

Orang yang easy going mengangap hidup ini ringan. Dia tidak suka membesar-besarkan masalah kecil. bahkan berusaha mengecilkan masalah-masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khwatir dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrol nya. Biarpun orang mengunjingkannya ia akan selalu melepas, dan tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan karena ia tahu bahwa apa yang mereka gunjingkan adalah apa yang mereka tanam. maka mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya. Orang yang easy going akan selalu tidur dengan nyenyak, dapat menyelesaikan tugas-tuganya, melakukan aktivitas sebagaimana mestinya. Dan selalu membangkitkan orang-orang yang belum sadar dalam aktivitas positif demi menjunjung nilai-nilai positif didalam Dhamma.

10. Empati

Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tetapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya dirisendiri. Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain. dan selalu tidak membiarkan orang lain berbuat jahat, orang yang berempati selalu mengajak teman-temannya untuk melakukan hal yang baik.

Kesimpulan

kualitas seseorang bukan karena materi yang dimiliki tetapi apa yang mereka kerjakan merupakan manifestasi dari pribadi yang baik. Buddha selalu menunjukkan jalan yang terbaik demi kualitas batin seseorang untuk merealisasi kebahagiaan yang hakiki. Kualitas pribadi kita adalah symbol dari kebahagiaan itu sendiri. Berdasarkan pribadinya, orang yang mempunyai kualitas baik tidak tidak kejahatan apapun yang dilakukannya; segala tidakan, ucapan dan perbuatannya selalu mengandung kebijaksanaan. Di dalam Dhammapada, misalnya; Buddha mengatakan;

"seandainya seseorang bertemu dengan orang bijak atau yang mempunyai kepribadian baik yang mau memberi nasihat, hal itu seperti menunjukkan harta karun, hendaklah ia bergaul dengan orang yang bijak itu. Pergaulan dengan orang semacam itu niscaya membawa kemajuan dan perkembangan, bukan kemerosotan atau keruntuhan.. Seperti halnya berkumpul dengan sanak keluarga sendiri, demikian pula pergaulan dengan orang yang mempunyai kepribadian baik, senantiasa membawa kebahagiaan."

Menekankan betapa besar manfaat yang dapat diraih melalui pergaulan dengan orang yang berkepribadian bai, dalam Ekanipata, Anguttara Nikaya, Buddha Gaotama bersabda: "Saya tidak melihat adanya satupun sebab luar yang dapat menimbulkan kemajuan sebesar penyamai pergaulan dengan orang yang berkepribadian baik."

Didalam Theragatha 405, Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka, Y.M Bhante Ananda Thera juga memaparkan bahwa pergaulan dengan orang yang berkepribadian baik, yang memiliki keyakinan, kesilaan dan kebijaksanaan, dan pengetahuan niscaya akan membawa kemajuan dan perkembangan yang besar.

Dalam sagatha Vagga 80, di nyatakan satu ungkapan dari seoorang Siladevaputta yang berbunyi: Hendaknya seseorang bersahabat akrab dengan orang yang bekpribadian baik. karena, dengan mengetahui kebenaran sejati yang yang dimilikinya seseorang akan terhindarkan dari segala macam penderitaan. Dengan ungkapan yang berlirik sama, sekelompok dewa satullpakayika menganjurkan: hendaknya seseorang bargaul dengan orang yang berkepribadian baik. Karena dengan mengetahui kebenaran yang dimilikinya, seseorang akan terhindar dari kejahatan, miliki kebajikan dan kebijaksanaan, terbatas dari kesusahan/kesedihan, senantiasa berseri-seri, terlahirkan di Alam Surga, dan dapat menikmati kebahagiaan sepanjang waktu.

diambil dari Buku Y.M Bhikkhu Khemanando-Terapi Hati Menurut Buddha Dharma (Heart Treatment) (2011).

Tuesday 8 May 2012

Be Mindful

Be Mindful- diambil dari Buku Y.M Bhikkhu Khemanando-Terapi Hati Menurut Buddha Dharma (Heart Treatment) (2011).

Namo Tassa Bagavato Arahato Sammasambuddhassa

Happy Moment, Happy Dhamma

Appamado amatapadam pamado maccuno padam

Appamatta na miyanti Ye pamatta yatha mata

Arti nya; kesadaran adalah jalan menuju kekekalan,

kelengahan adalah jalan menuju kematian. Orang yang sadar

tidak akan mati, tetapi orang yang lengah seperti orang yang telah mati.

Menjalani hidup dengan penuh kesadaran mungkin menurut anda mudah, jangan salah, menjalani kehidupan kita dengan sadar bukan perkara remeh, kualitas kehidupan kita di bentuk oleh kesadaran kita dalam melakukan segala sesuatu. Masalahnya, hampir semua orang menjalani hidup tidak dengan kesadaran penuh. Anda mungkin keberatan dan mengatakan; tidak mungkin" saya selalu sadar setiap saat. Saya melakukan segala sesuatu dengan penuh kesadaran". tapi benarkah begitu?? Mari kita lihat.

Ada dua jenis kesadaran, kesadaran batin dan kesadaran jasmani. Kesadaran batin adalah menyadari mengenai siapakah diri kita, dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup dan kemana kita akan pergi. kesadaran jasmani adalah kesadaran dalam keseharian kita . Di sini kita menyadari sepenuhnya apa yang sedang kita lakukan, pikiran dan rasakan.

Banyak permasalahan yang kita hadapi terjadi semata-mata karena kurangnya kesadaran pada saat kita melakukan. Apa Anda pernah bercanda kelewat batas?? Apakah anda pernah keseleo bicara tentang sesuatu yang tidak pantasnya? Pernah bukan? Ini menunjukkan kita sering kehilangan kendali kesadaran atas apa yang kita lakukan. Anda baru sadar telah bercanda tidak pada tempat nya begitu ada kawan merasa terluka, anda baru sadar telah bertindak kasar setelah orang lain sakit hati, anda baru sadar telah berbohong setelah hal itu menimbulkan masalah.

Ada dua penyebabnya, pertama, kita sering melakukan sesuatu secara optimis. Sangking rutinnya hal tersebut, kita melakukannya tanpa berpikir, kita hanya bergerak seperti robot. Kedua, kita tidak menyadari perasaan apa yang muncul dalam diri kita setiap saat. Padahal perasaan inilah yang mendorong kita untuk melakukan berbagai tindakan.

Menyadari perasaan perasaan yang muncul setiap waktu merupakan kunci keberhasilan kita dalam hidup anda harus mampu mengenali dan mendefinisikan berbagai macam perasaan yang datang silih berganti. Begitu anda marah, sadarilah bahwa anda sedang marah. Begitu anda takut, sadarilah anda sedang takut . Begitu anda sedang tergoda, apakah oleh uang, kekuasaan, jabatan maupun yang lainnya. Sadarilah bahwa anda sedang tergoda, anda harus mampu menyadari perasaan yang timbul. Sadari dan akuilah perasaan itu. Ini nama nya kesadaran yang tepat waktu. Dengan demikian anda dapat membunuh "monsternya" selagi ia masih kecil.


Salah satu kemajuan sepiritual kita adalah sejauh mana kita dapat menjaga kesadaran kita setiap saat. Inilah yang di sebut mindfulness yaitu hidup dalam kesadaran dan keterjagaan pikiran. Mindfulness membuat kita lebih fokus. Ini membantu kita memberikan perhatian pada apa yang tengah kita berikan perhatian, membuat kita hidup di dalamnya, serta menikmati dan mengapresiasi saat membantu kita benar-benar melihat apa yang sebenar nya tengah terjadi.


Intinya, untuk dapat menikmati hidup, orang harus memiliki kesadaran setiap saat. Sederhana sekali bukan?? Inilah cara termudah/murah untuk dapat menikmati hidup yang berkualitas. Anda tidak perlu melakukan apapun. Tidak perlu membayar pajak dan sebagainya. Yang anda perlu cuma satu; menyadari. maka Buddha mengatakan didunia ini ada dua Dhamma yang amat menolong (uparakara Dhamma ) yaitu;

Sati yang berarti Ingatan, perhatian, kewaspadaan, dan kesadaran. Sedangkan Sampajanna berarti menyadari.

mengapa para pertapa pergi pertapa? karena dengar pertapa mereka dapat menyadari setiap gerakan dari tubuh mereka, merasakan setiap helaan nafas mereka. Mengapa banyak orang datang untuk bermeditasi? Karena dengan meditasi kesadaran atas tubuh dan pikiran kita. Apa inti dari meditasi? Juga kesadaran. Kesadaran untuk menikmati setiap irama gerakan tubuh. Di dalam Dhammapada, Appamada Vagga, dikatakan;

Utthanavato satimato sucikammassa nisammakarino

Sannatassa ca dammajivino Appamattassa yaso bhivaddhati

yang artinya orang yang penuh semangat, selalu sadar, murni dalam perbuatan, memiliki pengendalian diri

Tapi anda tak perlu jauh-jauh pergi bertapa untuk mendapat ketenangan. Anda hanya perlu kesadaran dalam menjalani kehidupan anda. Rasakan setiap gerakan tubuh anda. Rasakan setiap helaan nafas anda, rasakan pemandangan di jalan yang anda lalui ketika berangkat kerja. Dan rasakan ketenangan meliputi hari-hari anda. Selamat mecoba....



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More