Dhamma itu Indah pada awalnya, Indah pada Tengahnya, dan Indah pada Akhirnya...

Wednesday 30 November 2011

Visudhi Tri Sarana oleh Ven Kunzang di Vihara Dharma Wijaya Medan



Namo Buddhaya ,
Hari Jumat, Tgl 2 Desember 2011
Kesempatan langka akan diadakan VISUDHI TRI SARANA oleh Ven Kunzang Rinpoche Dari Bhutan.
Sekaligus ada Ceramah Dharma Tentang "VAJRA KILAYA"
Dengan penerjemah Ibu Paula Kelana.
Lokasi Di Vihara Dharma Wijaya
Waktu : Jam 7:00 Malam- Selesai
TERBUKA UNTUK UMUM

Monday 28 November 2011

TALK SHOW



Talk Show
Bersama Y.M. Bhikkhu Dhammasubho Mahathera dan Y.M. Bhikkhu Khemanando


Profie :
- Dithabiskan di Wat Bovoranives Vihara Bangkok-Thailand
- Berdomisili di Wisma Sangha Theravada Indonesia Jl. Margasatwa No. 9
(Depan BBC) POndok Labu Jakarta Selatan 12450


Profile :
- Kepala Indonesia Theravada Buddhist Centre (ITBC) Cemara Asri
- The Bachelor of Art dan Dhammavibhangga
- Mahamakut Buddhist University Thailand
- Editor Indonesia Tipitaka Centre (ITC) Medan

Dengan moderator : dr. Anthony Lawrence

TOPIK : BERSAHABAT DENGAN SETAN ALA BUDDHIS


TANGGAL : 3 DESEMBER 2011
WAKTU : 19.00 WIB - SELESAI
TEMPAT : ITBC MEDITASI HALL
Jl. Cemara Boulevard No. 1 Medan.


¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•

Profile Bhikkhu Khemanando
INFO KEGIATAN ITBC
>> Profile ITBC
<<
¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•

Sunday 13 November 2011

Orang Utan, Orang Desa, dan Orang Kota



Kawan, pernahkah engkau pergi ke pusat-pusat perbelanjaan, ke mal-mal, dan lihatlah betapa besar, penuh barang-barang dan manusia di sana? Tiada hari yang tiada ramai, dan tiada hari yang tiada memerlukan segala macam kebutuhan. Pernahkah engkau pikirkan, mengapa kita manusia modern ini merasa memerlukan sangat banyak kebutuhan? Pernahkah engkau bandingkan kehidupan kita (orang kota) yang begitu banyak memiliki kebutuhan, dengan kehidupan orang-orang desa dan sederhana, yang tak pernah terlalu sibuk untuk menikmati mekarnya mawar, atau mencium wanginya bunga kopi yang sedang merekah, atau wangi tanah kemarau yang tersiram hujan senja hari?

Tampak jelas sekali dari begitu besarnya pusat-pusat perbelanjaan, dari begitu banyaknya barang-barang yang diperjualbelikan, orang-orang kota seperti kita ini seakan-akan tiada habis-habisnya memiliki kebutuhan. Dari kebutuhan dasar berupa makan-minum, pakaian dan tempat tinggal, kita beranjak menuju kebutuhan-kebutuhan lain semacam hiburan (kehidupan kota membuat kita mudah menua dan mudah sakit), pendidikan (persaingan yang ketat cuma menyisakan mereka yang pintar), aksesori (penampilan luar adalah nilai utama, soal mutu bisa direkayasa), transportasi, komunikasi, dan sebagainya.

Kawan, kita sering melihat di kota mana pun, selalu ada kesibukan yang luar biasa. Lalu lintas macet karena banyaknya mobil, meskipun jalan raya sudah dibuat sampai bertingkat-tingkat dan selebar-lebarnya. Pabrik-pabrik beroperasi sepanjang hari, menghasilkan barang-barang yang kita anggap sebagai kebutuhan. Orang-0rang hilir mudik, dan semuanya tampak sibuk.

Mengapa kita demikian sibuk, kawan? Apa yang kita cari? Harta benda? Uang, Uang Uang? Gengsi dan kehormatan kelas? Kenikmatan hidup atau hedonisme? Bukankah untuk mencapai tujuan sejati manusia-kebahagiaan-kita tidak butuh tetk bengek sebanyak itu? Bukankah semua yang kita anggap sebagai kebutuhan, sesungguhnya cuma prioritas terendah dari kehidupan yang sebenarnya?

kawan, suatu hari saya melihat seekor orang utan sedang duduk santai sambil makan sebuah pisang. Terlihat betapa sederhananya kehidupannya. Dia tak membutuhkan apa pun selain makanan, atap untuk berteduh, dan rasa aman bagi diri dan kelompoknya untuk mencari makan, beristirahat, dan beranak pinak.

Pernahkan engkau melihat seekor orang utan yang memerlukan sebuah mobil, rumah berikut kolam renang ukuran olympic, pergi ke salon perawatan? atau pernahkah engkau melihat seekor orang utan yang memerlukan komputer untuk akses internet, atau segala macam tetek bengek benda-benda yang kita anggap sebagai kebutuhan padahal sebenarnya tidak?

Kawan, jangan salah sangka. Saya tidak sedang mengajak Anda untuk menjadi orang utan, hidup cuma untuk ma kan dan berkembang biak. Saya cuma ingin kita coba merenung sejenak, mengapa dari hari ke hari kita selalu sibuk mencari nafkah, selalu tampak tergesa-gesa mengejar kesempatan, dan selalu tiada habis-habisnya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tiba-tiba muncul untuk dipenuhi?

Renungkanlah, mengapa kita makin menjadi budak dari rutinitas kita sendiri. Pagi bangun bersiap-siap untuk kerja, sarapan dengan terburu-buru karena takut macet di jalan, kerja keras demi meningkatkan prestasi dan ujung-ujungnya demi uang yang lebih banyak lagi..., lebih banyak lagi.., dan lebih banyak lagi, untuk memenuhi segala macam kebutuhan yang muncul dengan tiba-tiba, merengek-rengek minta dipenuhi. Bukankah keadaan seperti ini tiada berbeda dengan kondisi seorang pecandu putauw?

Renungkanlah, mengapa dari hari ke hari kita makin menjadi budak dari keinginan kita sendiri. Didorong oleh segala macam godaan duniawi, kebutuhan semu yang diciptakan oleh iklan-iklan yang menampilkan gaya hidup semu oleh bintang-bintang yang juga semu, betapa makin kaburnya pengertian kita akan bedanya kebutuhan atas keinginan. Kebutuhan, kawan, ada batasnya. Tetapi keinginan, sayangnya, sampai saat ini belum ditemukan batasnya.

Kita bukan robot, kawan, dan kita bukan budak siapa pun. Jangan biarkan diri kita diperobot dan diperbudak oleh sesatnya nilai-nilai materialisme dan hedonisme. Jangan biarkan remote control diri kita berada di tangan tuan rutinitas, tuan materialisme, dan nyonya hedonisme. Mari kita bentengi diri kita dengan kebijaksanaan untuk dapat membedakan antaran keinginan dan kebutuhan.

Seperti kata Mahatma Gandhi: "High Thinking, Plain Living"
130501

Disadur dari Buku :" SENYUM DONG! Dunia Belum Kiamat Lho, Penulis : Chuang (2009)

Rasa Bersalah dan Pengampunan



Oleh Ajahn Brahm

Beberapa tahun yang lampau, seorang wanita muda Australia datang menemui saya di wihara saya di Perth. Para bhikkhu memang sering dimintai nasihat untuk masalah-masalah umat, barangkali karena kami tidak pernah minta bayaran. Wanita ini datang dengan rasa bersalahnya. Enam bulan sebelumnya, dia mengajak sahabat dan pacar sahabatnya untuk berpergian naik mobil ke padang rumput. Sahabatnya tidak ingin pergi, begitupun pacarnya, tetapi tak asyik rasanya kalau main sendirian saja. Jadi dia membujuk dan merengek sampai akhirnya mereka menyerah dan bersedia pergi bersama-sama.

Lalu terjadilah kecelakaan: mobil mereka tergelincir di jalan batu yang longsor. Sahabatnya tewas, pacar sahabatnya lumpuh. Itu adalah gagasannya, tetapi dia sendiri selamat. Dia bercerita kepada saya dengan duka di matanya : "Kalau saja saya tidak memaksa mereka untuk pergi, sahabat saya pasti masih hidup dan pacarnya tidak akan kehilangan kaki. Seharusnya saya tidak membuat mereka pergi dengan saya. Saya merasa sangat bersalah."

Pikiran pertama yang melintas di benak saya adalah untuk menenangkannya bahwa itu semua bukan salahnya. Dia tidak merencanakan untuk mengalami kecelakaan itu. Dia tidak berniat menyakiti sahabatnya. Semuanya sudah terjadi. Jangan merasa bersalah. Namun, pikiran berikutnya yang melintas adalah, Berani taruhan dia pasti sudah mendengar nasehat semacam itu, ratusan kali dan tampaknya tidak mempan.

Jadi saya diam sejenak, merenungkan situasinya lebih dalam, lalu saya katakan kepadanya bahwa bagus juga kalau dia merasa begitu bersalah. Wajahnya berubah dari sedih menjadi terkejut, dan dari terkejut menjadi lega. Dia belum pernah mendengar perkataan seperti itu sebelumnya : bahwa dia semestinya merasa bersalah. Dugaan saya benar. Dia merasa bersalah akan perasaan bersalahnya. Dia merasa bersalah dan setiap orang bilang bahwa dia tidak boleh merasa bersalah. Karena itu, dia merasa dua kali bersalah, merasa bersalah karena kecelakaan itu dan merasa bersalah atas perasaan bersalahnya. Begitulah cara kerja pikiran kita yang ruwet ini.

Hanya ketika kita telah mengatasi lapisan pertama perasaan bersalahnya dan menegaskan bahwa tidak apa-apa kalau dia merasa bersalah, barulah kita bisa melanjutkan ke tahap berikut pemecahan masalahnya : "Lalu Sekarang bagaimana?"

Ada pepatah Buddhis yang sangat membantu : "Daripada mengeluhkan kegelapan, lebih baik menyalakan lilin." Perasaan bersalah pada hakikatnya berbeda dengan penyesalan. Didalam kebudayaan kita, "bersalah"adalah keputusan yang diketok-palukan oleh hakim pengadilan. Dan jika tak ada seorang pun yang menghukum kita, kita akan menghukum diri sendiri, dengan satu dan lain cara. Perasaan bersalah berarti hukuman di dalam batin kita.

Jadi, wanita muda ini memerlukan suatu kiat pengampunan untuk membebaskannya dari perasaan bersalah. Sekadar memberitahukannya untuk melupakan apa yang terjadi tampaknya tak berkhasiat. Saya menyarankannya untuk menjadi relawan disebuah unit rehabilitasi korban kecelakaan lalu lintas di rumah sakit setempat. Karena di sini, saya pikir, dia akan menanggalkan rasa bersalahnya dengan bekerja keras dan juga seperti yang biasanya terjadi pada kerja sukarela, dia akan sangat terbantu oleh orang-orang yang dibantunya.

Sumber :
Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm

Vihara Dharma Wijaya



Vihara Dharma Wijaya
Jl. Dr. Wahidin No. 107/265 Medan - 20221

Kegiatan Rutin:
Setiap Sabtu:
- Pelatihan Pemimpin Kebaktian
Pukul 17.00 s/d 18.30 WIB
Bhaktisala Lt. 1

- Pelatihan Pembacaan Ayat-Ayat Suci Dhammapada
Pukul 17.00 s/d 18.30 WIB
Bhaktisala Lt. 1


Setiap Minggu:
Kalangan Umum:
- Kebaktian Umum & Dhammadesana ( Khotbah Dharma )
Pukul 09.00 s/d 11.00 WIB
Bhaktisala Lt. 1

Kegiatan yang dilakukan:
1. Pembacaan Paritta Pali
2. Meditasi
3. Dhammadesana ( Khotbah Dharma ) / Pemutaran film Dharma
4. Kuis / Nyanyi Bersama lagu-lagu buddhis
5. Dana Paramita
6. Konsumsi
7. Ramah tamah

- Kebaktian Anak-Anak ( Sekolah Minggu Buddhis ) GABI DW
Pukul 09.00 s/d 12.00 WIB
Bhaktisala Lt. 2

Kegiatan yang dilakukan:
1. Pembacaan Paritta Pali
2. Meditasi
3. Dhammadesana ( Khotbah Dharma ) / Pemutaran film Dharma
4. Kuis / Nyanyi Bersama lagu-lagu buddhis / Games edukasi / Pembelajaran Bahasa Mandarin
5. Dana Paramita
6. Konsumsi
7. Dan Masih banyak lagi

Ajak Teman-teman, keluarga , dan semua kerabat anda ke Vihara Dharma Wijaya Kami Menyambut anda sekalian....Dijamin Seru.... G nyesal de.... :D

Thanks


Namo Buddhaya, Namo Dhammaya, Namo Sanghaya......

FB : PMV Dharma Wijaya



ruang bhaktisala utama Vihara Dharma Wijaya ( Medan )

Event PMV Dharma Wijaya.





DOKUMENTASI



Minggu, 15 Agustus 2010 ( pkl: 8.30 sd 17.30 )
Pelatihan Pemuda Buddhayana Sesi II Angkatan II
terima kasih kepada SEKBER PMVBI SUMUT
yang telah menyelenggarakan acara ini di Vihara Dharma Wijaya
semoga pemuda Buddhayana berkarya tanpa hendi untuk Buddha Dharma


- Acara Retret "ONE DAY MINDFULNESS" & Dharma Talk
Bersama "Guo Yuan Fa Shi "
( Guru besar meditasi dari Taiwan murid master Sheng Yen) "
didampingi 2 asistennya dari DDM Monastik


muda-mudi Vihara Dharma Wijaya

Monday 7 November 2011

Peringatan 42 Vassa Pengabdian Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera



(Analisa/istimewa) Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera (kanan) menyerahkan nasi tumpeng kepada Kepala Vihara ITCB Bhikkhu Khemanando (kiri) dalam rangkaian peringatan 42 tahun vassa pengabdiannya, di Vihara ITCB Jalan Cemara Boelevard Utara Komplek Cemara Asri Medan, Sabtu (5/11) malam.


Medan, (Analisa). Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera mengajak suluruh Umat Buddha agar menghayati ajaran agama, serta meningkatkan kualitas kerukunan antar umat beragama.
"Salah satu caranya yakni dengan perencanaan hidup dengan memahami mulai dari butir-butir sila dari Pancasila,"ungkap Bhante dalam sambutannya pada acara peringatan 42 vassa pengabdiannya, di Vihara ITCB Komplek Cemara Asri Medan, Sabtu (5/11) kemarin.

Menurut Bhante, dengan kemajemukan umat beragama di Indonesia maka umat Buddha harus punya satu keyakinan dan wajib mengembangkan agama dan budaya.

Pada kesempatan itu Ketua Majelis Buddhayana Indonesia pusat yang diwakili Hendra Gunawan Chandra menyatakan, salut terhadap pengabdian Bhkikhu yang diakrab disapa Eyang tersebut.

Sebab baginya bukan mudah bagi umat dan bhikkhu yang mampu menjalani masa pengabdian selama 20 tahun. Bahkan diusianya yang menginjak 67 tahun, Eyang masih sering keliling vihara di berbagai belahan dunia sekaligus membangun pluralisme dan universalisme.

Begitu juga Bhante Avudhapanno Mahathera dari Thailand menegaskan bahwa, Bhante Jinadhammo Mahathera telah mampu melewati perjuangan yang sangat berat. Untuk itu Bhante Jinadhammo Mahathera pantas menjadi pemenang dhamma.

Puncak peringatan 42 Vassa Pengabidan Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera ini, dimeriahkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan menampilkan Dalang kondang Ki Anom Suroto.

Mengambil lakon Bimasuci, Ki Anom memaparkan kisah ini mengangkat cerita tentang perjuangan Bima yang berguru dengan Dewaruci sekaligus mampu mengajak para anak muridnya untuk memperbaiki akhlak yang rusak.

Sementara itu Bhikkhu Khemanando memaparkan, acara ini merupakan yang pertamakali digelar di vihara sebagai suatu penghormatan atas pengabdianY.M Bhante Jinadhammo Mahathera. Dengan menghadirkan pagelaran hiburan wayang kulit merupakan performance yang berbeda, dimana pihaknya berarti telah turutserta dalam melestarikan budaya yang ada di Indonesia.

Dalam peringatan 42 vassa bertajuk Longlive Eyang tersebut, sebanyak 5 Bhante turut hadir menyaksikan pagelaran wayang semalam suntuk diantaranya Bhikkhu dari Norwegia Santikaro dan dari Thailand Bhante Avudhapanno Mahathera. (maa)

Friday 4 November 2011

Berbahagia di atas Penderitaan

Berbahagia di atas penderitaan.

Salah satu faktor utama penyebab seorang anak manusia yang berbahagia di atas penderitaan makhluk lain adalah sifat irsia(irihati). Jenis manusia seperti ini tidak akan bergembira melihat keberhasilan/prestasi yang dicapai orang lain. Ia akan berusaha menjatuhkan orang tersebut dengan berbagai cara yang licik dan keji. Menyaksikan keberhasilan/ kebahagiaan orang lain adalah lebih bijaksana bila kita berinstropeksi diri mencari solusi yang positif menuju keberhasilan. Setidaknya dengan demikian, kita tidak menimbun karma buruk dalam kehidupan ini.


Pada zaman kekuasaan dinasti Bing (1368-1628) di negara tirai bambu, hiduplah seorang saudagar bernama Chan Ik Han. Ia merupakan orang yang pandai, tetapi memiliki jiwa yang serakah, licik dan irihati. Baginya uang adalah segalanya, apapun sanggup ia jual demi uang. Termasuk harga diri dan nama yang baik, bila perlu. Chan Ik H an ketika itu memiliki sebuah kilang penggilingan padi, dimana hasil sawah dan ladang para petani di desa itu ditampungnya dan diolah menjadi beras.

Para petani di desa tersebut hidup makmur disebabkan tanah yang subur dan usaha yang dilakukan mereka tanpa mengenal “lelah”. Menyaksikan kemakmuran para petani, Chan Ik H an yang telah kaya merasa irihati dan berpikir alangkah baiknya bila kemakmuran dari para petani itu dikoreknya. Maka sejak itu Chan Ik Han membeli hasil sawah dan ladang para petani dengan harga murah dan mengolahnya kemudian dijual dengan harga yang mahal. Disebabkan waktu itu hanya ia yang memiliki kilang penggilingan padi, maka ia dapat bertindak sesuka hatinya dengan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari jerih payah dan keringat para petani. (Berbahagia di atas penderitaan makhluk lain).
Chan Ik Han yang kaya menjadi semakin kaya sehingga ia dikenal sebagai saudagar kaya yang serakah dna licik, tidak pernah memperdulikan nasib para petani yang miskin yang semakin miskin karena ulahnya yang tidak terpuji.


Tanah para petani yang bangkrut dibelinya dan kemudian ia sewakan kepada para petani dengan harga yang mencekik. Demikian sepak terjang Chan Ik Han yang tidak baik ternyata membumbung naik ke langit biru menembus awan hingga ke surga. Langit tidak akan merestui segala tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Seperti yang pernah dikatakan Sang Buddha :Ia yang melanggar Dhamma karena bahwa nafsu, kebencian dan kebodohan. Nama baiknya akan menjadi suram. Bagaikan bulan sabit pada waktu gelap bulan.”

Pada suatu ketika, Chan Ik Han mengidap suatu penyakit aneh. Dimana tulang-tulang di tubuhnya sering mengalami kesakitan bagaikan dihujam seribu mata pedang. Sakit dan ngilu tulangnya membuat Chan Ik Han sangat menderita. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. Telah banyak tabib yang dipanggilnya dengan bayaran mahal disebabkan hampir seluruh tabib disana mengetahui sifat Chan Ik Han. Dalam waktu singkat harta simpanan Chan Ik Han selama itu habis terkuras. Untuk biaya pengobatan penyakitnya. Ia mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing yang tinggi di desanya karena putus asa kepada penyakitnya yang tak kunjung sembuh serta semua harta telah habis.

Ketika ia hendak melompat dari atas tebing yang tinggi dan curam, terdengar suara seseorang menggaung jauh dari jurang dibawahnya : “Penderitaan tak akan berakhir dengan kematian. Dengan berinstropeksi terhadap kesalahan sendiri, maka seseorang akan semakin dekat dengan kebijaksanaan. Hanya orang bijaksanalah yang dapt melihat dan menelusuri jalan mulia”.

Syair yang diucapkan seseorang itu bagaikan palu godam yang menghentak kesadaran Chan Ik Han yang terlena dengan materialistis selama ini. Semua bayangan kesalahan yang telah diperbuatnya melintas dibenaknya. Airmata penyesalan pun mengalir membasahi kedua pelupuk matanya. Ia bersimpuh menghadap langit dan berjanji akan merubah kesalahannya selama ini.

Sejak saat itu Chan Ik Han merubah sifat buruknya dengan menjalankan usahanya secara jujur dan meraup keuntungan yang sewajarnya. Para petani miskin diberi kesempatan menggarap tanahnya tanpa diambil sewa dengan hasil sawah dibagi seadil-adilnya. Penyakit yang dideritanya pun berangsur sembuh dan Chan Ik Han hidup dalam dami dan bahagia, karena ternyata sifat yang telah diubahnya lebih disenangi khayalak ramai.

Pembaca yang bijaksana, tempat dan tujuan tidak akan pernah dicapai apabila kita tak pernah memulai suatu perjalanan. Kembali kepada kita bertapak di jalan yang mulia atau di jalan yang tidak terpuji. Demikianlah pesan dari para ariya.

Dhammapada Atthakatha Syair 117

Apabila seseorang berbuat jahat, hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu.

Sungguh menyakitkan akibat dari menumpuk perbuatan jahat.

Bacaan diambil dari buku Moralitas edisi 7.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More