Dhamma itu Indah pada awalnya, Indah pada Tengahnya, dan Indah pada Akhirnya...

Wednesday, 28 December 2011

Law of Karma- Ajahn Brahm



by: Ajahn Brahm

Sunday, 12 September 2004

Kebanyakan orang Barat salah mengerti tentang hukum karma. Secara keliru mereka beranggapan bahwa hukum karma adalah fatalisme (doktrin yang beranggapan bahwa semua sudah ditentukan oleh takdir dan tak bisa dirubah), dimana seseorang ditakdirkan untuk menderita atas kejahatan yang tak diketahui pada kehidupan lampau yang telah terlupakan. Itu tidaklah benar, seperti yang akan diceritakan berikut ini.

Dua orang wanita membuat kue.

Wanita pertama memiliki bahan-bahan yang menyedihkan. Tepung putih tua yang sudah berlumut, sehingga gumpalan-gumpalan hijaunya harus dibuangi terlebih dahulu. Mentega yang diperkaya kolesterol yang sudah agak masam. Dia harus menyisihkan bongkahan-bongkahan berwarna coklat dari gula pasirnya (karena seseorang memakai sendok bekas mengaduk kopi) dan satu-satunya buah yang dipakainya adalah kismis purba, sekeras uranium bekas. Dan dapurnya bergaya "Å“pra-perang dunia". Adapun mengenai perang dunia yang mana masih perlu diselidiki lebih lanjut.

Wanita kedua memiliki bahan-bahan terbaik. Tepung whole-wheat hasil cocok tanam organik, dijamin bukan hasil rekayasa genetik. Dia mempunyai margarine bebas kolesterol, gula pasir dan buah-buahan segar langsung dari kebun sendiri. Dan dapurnya adalah dapur paling mutakhir, dengan segala peralatan super modern.

Wanita yang manakah yang membuat kue yang paling enak?

Seringkali bukan orang yang memiliki bahan-bahan terbaik yang bisa membuat kue terbaik, namun ini merupakan masalah ketrampilan membikin kue daripada sekadar bahan-bahannya. Kadang-kadang orang dengan bahan-bahan yang menyedihkan mengerahkan segala usaha, perhatian dan cintanya untuk memanggang kuenya sehingga menghasilkan kue yang lezat. Itulah yang kita lakukan dengan bahan-bahan yang ada.

Saya mempunyai beberapa teman yang memiliki "bahan-bahan" yang menyedihkan dalam hidupnya: mereka lahir dalam kemiskinan, korban kekerasan terhadap anak, tidak pintar di sekolah, mungkin cacat dan tidak atletis. Tapi beberapa karakteristik yang dimilikinya "dipanggang" dengan begitu baik, sehingga menghasilkan kue yang begitu mengagumkan. Saya sangat mengagumi mereka. Dapatkah anda mengenali orang-orang seperti itu?

Saya juga mempunyai beberapa teman yang memiliki bahan-bahan terbaik untuk mengisi hidup mereka. Keluarga yang berkecukupan dan saling mencinta, mereka cerdas di sekolahan, berbakat dalam olahraga, berpenampilan menarik dan popular, namun mereka menyia-nyiakan masa mudanya dengan obat-obatan terlarang atau alkohol. Dapatkah anda mengenali orang-orang seperti itu?

Setengah dari karma adalah bahan-bahan yang kita miliki. Setengah sisanya, bagian yang paling menentukan, adalah apa yang kita lakukan dengan bahan-bahan tersebut dalam hidup ini.

Tuesday, 27 December 2011

Berlindung pada Buddha, Dhamma dan Sangha oleh Ajahn Brahm



Cerita dari tradisi Hindu berikut ini telah saya adaptasikan sehingga menjadi bernuansa Buddhis.

Ada seorang pengusaha kaya yang selalu sibuk mengurusi bisnisnya. Dia sangat egois dan kikir serta tidak pernah mau menolong orang lain. Pada suatu hari, ketika dia sedang berkunjung ke sebuah desa untuk menagih hutang dari pelanggannya, tanpa sengaja dia melewati sebuah wihara. Tampak seorang bhikkhu sedang memberikan khotbah Dhamma pada sekelompok umat awam. Si pengusaha pun berhenti sejenak untuk mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh bhikkhu.

"Saudara-saudara sekalian, hidup ini tidak kekal. Setiap orang, termasuk saya dan anda semua, pada akhirnya akan mati dan meninggalkan seluruh harta kekayaan kita, bahkan tubuh kita ini juga. Jadi mulai saat ini berlindunglah pada Buddha, Dhamma dan Sangha, yakni dengan berusaha mengendalikan diri untuk tidak berbuat jahat, memperbanyak berbuat kebajikan dan mempraktikkan kedermawanan, serta rajin berlatih meditasi untuk mengkondisikan pikiran agar ketika tiba saatnya kita meninggalkan tubuh ini, pikiran kita akan tetap murni dan jernih sehingga kita bisa dilahirkan kembali di alam kehidupan yang lebih baik."

Mendengar ucapan sang bhikkhu, si pengusaha pun terpana. Dia merasa cemas setelah mendengar kata-kata bhikkhu tersebut. "Wah gawat! Berarti pada saat aku mati nanti, jika pikiranku masih sama seperti sekarang ini, pasti aku bakal dilahirkan kembali di neraka!

Tidak bisa! Aku harus mensucikan pikiranku mulai saat ini juga!" katanya di dalam hati. "Tetapi bagaimana mungkin? Mendermakan hartaku, yang aku peroleh dengan susah payah selama ini, kepada wihara atau orang lain? Enak saja! Atau bermeditasi setiap hari di vihara? Lalu siapa yang akan menjalankan bisnisku yang sedang berkembang pesat itu?" gerutunya lagi.

Dia begitu risau dan berusaha mencari jalan keluarnya. Namun kerisauannya itu tidak berlangsung lama. Dengan pengalamannya sebagai seorang pengusaha ulung, dia pun memutuskan untuk mencoba "mengakali sistem". Dan dengan penuh percaya diri, dia pun kembali ke rumahnya.

Beberapa tahun kemudian, isteri pengusaha tersebut pun hamil dan melahirkan anak pertama mereka. Si pengusaha menamakan anaknya "Buddha".

Dan setahun kemudian, anak keduanya pun lahir dan dia namakan "Dhamma", dan seterusnya di tahun berikutnya lahirlah anak ketiga yang dia beri nama "Sangha".

Sambil tersenyum dia berkata, "Akhirnya aku memiliki anak-anak yang bernama Buddha, Dhamma, dan Sangha. Dan seperti yang dibilang bhikkhu itu tempo hari, kalau aku bisa mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha pada saat ajalku tiba, maka aku akan dilahirkan di alam yang lebih baik. Dan aku pasti bisa mengingatnya, karena ketiga anakku akan berada di sisiku pada saat itu. Dan yang terpenting lagi, aku tidak perlu menyumbangkan hartaku atau bermeditasi, hihihi."

Tahun demi tahun berlalu, dan ketika anak-anaknya sudah dewasa, si pengusaha yang sudah tua renta pun akhirnya jatuh sakit. Menyadari bahwa ajalnya sudah hampir tiba, dia memanggil ketiga orang anaknya untuk mendampinginya di saat-saat terakhir.

Dengan suara yang lemah, dia berkata," Anak-anakku, aku akan segera meninggalkan kalian. Biarkan aku memanggil nama kalian satu persatu untuk terakhir kalinya supaya aku bisa pergi ke surga. Oh Buddha, Dhamma, Sangha."

Setelah memanggil nama ketiga anaknya tersebut, dia pun tersenyum puas karena dia yakin telah mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha dengan baik. Sambil memejamkan matanya, dia menanti saat-saat kematiannya tiba.

Namun beberapa saat kemudian, tiba-tiba dia membuka matanya kembali dan berteriak, "Hei!, sekarang kalian bertiga semua ada di sini, lalu siapa yang menjaga toko dan gudang kita?" Dan tepat pada saat itu pula, dia meninggal dunia.


===============
Kondisi pikiran terakhir kita tidak bisa ditentukan secara instan dengan "mengakali sistem" seperti itu, melainkan tergantung pada apa yang telah kita pikirkan dan kerjakan sepanjang hidup kita.
===============

Sumber : "Laughing All The Way To Nibbana" , 'Horeee! Guru si Cacing Datang!'

Monday, 26 December 2011

Event Old And New ITBC



Namo Buddhaya, Happy Moment, Happy in Dhamma

Dalam rangka mengakhiri tahun 2011 dan menyongsong tahun 2012, ITBC (Indonesia Theravada Buddhist Centre) komplek cemara asri , Medan. mengadakan "PATTIDANA / Pelimpahan jasa".

Pada hari : sabtu, Tgl 31 Desember 2011, Pukul 19.00 WIB.

Tempat : Dhammasala Indonesia Theravada Buddhist Centre - Cemara Asri - Medan

Topik : "New Year is The New Inspiration"

Dana dimohon berupa makanan kering & tahan lama, dana yang terkumpul akan di salurkan kpd saudara/i kita yg membutuhkan.

Mari berdana & melimpahkan jasa dengan menghadiri Kebaktian Old and New di ITBC.

Info lebih lanjut dapat menghubungi : Sdr Gani 0811.616.991 atau Telp ITBC : 061-91692269

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Anumodana

Monday, 5 December 2011

Program Latih Diri di Vipassana Sumedha Pekanbaru



Vipassana Sumedha
- Pekanbaru kembali mengadakan Program Latih Diri (Retret) selama 7 hari yang akan dibimbing oleh Y.M. Bhikkhu Jinadhammo Mahathera (Eyang).

Retret akan berlangsung dari tanggal 23 s/d 31 Desember 2011.

Untuk informasi dan Pendaftaran, dapat menghubungi:
- Farida Ching : 081268225255,
- Dian Pratiwi : 08127550525.

Khusus peserta wilayah Medan/Sumut, dapat menghubungi:
- Delon Wijaya : 0816333330,
- Susiwati Tadjohan : 08126017940

Pendaftaran ditutup tgl.: 10 Desember 2011
(Panitia berhak membatasi dan melakukan seleksi atas Calon Peserta)

Catatan:
Program Latih Diri Vipassana Bhavana dapat terlaksana berkat kemurahan hati dari Para Relawan dan Donatur. Peserta tidak dikenakan biaya apapun selama mengikuti kegiatan ini.

__________________________
______
Diberikan kesempatan bagi saudara-saudari sedharma yang ingin ikut berpartisipasi dan melakukan parami (jasa-jasa kebajikan) dengan turut mendanai kegiatan Retret yang diadakan di Vipassana Centre Sumedha.
Dana dapat ditransfer ke:
Rek. : Bank Mayapada Cab.Pekanbaru
No. : 70530012002
An. : Yayasan Kamatana

atau ke:
Rek. : BCA Cab.Pekanbaru
No. : 0340709080
An. : Farida

Dana yang telah ditransfer harap dikonfirmasi via SMS ke: 08127539149 (Linda Purwanti) atau via email ke: vipassanacentresumedha@ymail.com

Anumodana..
Sadhu..Sadhu..Sadhu...

Wednesday, 30 November 2011

Visudhi Tri Sarana oleh Ven Kunzang di Vihara Dharma Wijaya Medan



Namo Buddhaya ,
Hari Jumat, Tgl 2 Desember 2011
Kesempatan langka akan diadakan VISUDHI TRI SARANA oleh Ven Kunzang Rinpoche Dari Bhutan.
Sekaligus ada Ceramah Dharma Tentang "VAJRA KILAYA"
Dengan penerjemah Ibu Paula Kelana.
Lokasi Di Vihara Dharma Wijaya
Waktu : Jam 7:00 Malam- Selesai
TERBUKA UNTUK UMUM

Monday, 28 November 2011

TALK SHOW



Talk Show
Bersama Y.M. Bhikkhu Dhammasubho Mahathera dan Y.M. Bhikkhu Khemanando


Profie :
- Dithabiskan di Wat Bovoranives Vihara Bangkok-Thailand
- Berdomisili di Wisma Sangha Theravada Indonesia Jl. Margasatwa No. 9
(Depan BBC) POndok Labu Jakarta Selatan 12450


Profile :
- Kepala Indonesia Theravada Buddhist Centre (ITBC) Cemara Asri
- The Bachelor of Art dan Dhammavibhangga
- Mahamakut Buddhist University Thailand
- Editor Indonesia Tipitaka Centre (ITC) Medan

Dengan moderator : dr. Anthony Lawrence

TOPIK : BERSAHABAT DENGAN SETAN ALA BUDDHIS


TANGGAL : 3 DESEMBER 2011
WAKTU : 19.00 WIB - SELESAI
TEMPAT : ITBC MEDITASI HALL
Jl. Cemara Boulevard No. 1 Medan.


¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•

Profile Bhikkhu Khemanando
INFO KEGIATAN ITBC
>> Profile ITBC
<<
¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•

Sunday, 13 November 2011

Orang Utan, Orang Desa, dan Orang Kota



Kawan, pernahkah engkau pergi ke pusat-pusat perbelanjaan, ke mal-mal, dan lihatlah betapa besar, penuh barang-barang dan manusia di sana? Tiada hari yang tiada ramai, dan tiada hari yang tiada memerlukan segala macam kebutuhan. Pernahkah engkau pikirkan, mengapa kita manusia modern ini merasa memerlukan sangat banyak kebutuhan? Pernahkah engkau bandingkan kehidupan kita (orang kota) yang begitu banyak memiliki kebutuhan, dengan kehidupan orang-orang desa dan sederhana, yang tak pernah terlalu sibuk untuk menikmati mekarnya mawar, atau mencium wanginya bunga kopi yang sedang merekah, atau wangi tanah kemarau yang tersiram hujan senja hari?

Tampak jelas sekali dari begitu besarnya pusat-pusat perbelanjaan, dari begitu banyaknya barang-barang yang diperjualbelikan, orang-orang kota seperti kita ini seakan-akan tiada habis-habisnya memiliki kebutuhan. Dari kebutuhan dasar berupa makan-minum, pakaian dan tempat tinggal, kita beranjak menuju kebutuhan-kebutuhan lain semacam hiburan (kehidupan kota membuat kita mudah menua dan mudah sakit), pendidikan (persaingan yang ketat cuma menyisakan mereka yang pintar), aksesori (penampilan luar adalah nilai utama, soal mutu bisa direkayasa), transportasi, komunikasi, dan sebagainya.

Kawan, kita sering melihat di kota mana pun, selalu ada kesibukan yang luar biasa. Lalu lintas macet karena banyaknya mobil, meskipun jalan raya sudah dibuat sampai bertingkat-tingkat dan selebar-lebarnya. Pabrik-pabrik beroperasi sepanjang hari, menghasilkan barang-barang yang kita anggap sebagai kebutuhan. Orang-0rang hilir mudik, dan semuanya tampak sibuk.

Mengapa kita demikian sibuk, kawan? Apa yang kita cari? Harta benda? Uang, Uang Uang? Gengsi dan kehormatan kelas? Kenikmatan hidup atau hedonisme? Bukankah untuk mencapai tujuan sejati manusia-kebahagiaan-kita tidak butuh tetk bengek sebanyak itu? Bukankah semua yang kita anggap sebagai kebutuhan, sesungguhnya cuma prioritas terendah dari kehidupan yang sebenarnya?

kawan, suatu hari saya melihat seekor orang utan sedang duduk santai sambil makan sebuah pisang. Terlihat betapa sederhananya kehidupannya. Dia tak membutuhkan apa pun selain makanan, atap untuk berteduh, dan rasa aman bagi diri dan kelompoknya untuk mencari makan, beristirahat, dan beranak pinak.

Pernahkan engkau melihat seekor orang utan yang memerlukan sebuah mobil, rumah berikut kolam renang ukuran olympic, pergi ke salon perawatan? atau pernahkah engkau melihat seekor orang utan yang memerlukan komputer untuk akses internet, atau segala macam tetek bengek benda-benda yang kita anggap sebagai kebutuhan padahal sebenarnya tidak?

Kawan, jangan salah sangka. Saya tidak sedang mengajak Anda untuk menjadi orang utan, hidup cuma untuk ma kan dan berkembang biak. Saya cuma ingin kita coba merenung sejenak, mengapa dari hari ke hari kita selalu sibuk mencari nafkah, selalu tampak tergesa-gesa mengejar kesempatan, dan selalu tiada habis-habisnya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tiba-tiba muncul untuk dipenuhi?

Renungkanlah, mengapa kita makin menjadi budak dari rutinitas kita sendiri. Pagi bangun bersiap-siap untuk kerja, sarapan dengan terburu-buru karena takut macet di jalan, kerja keras demi meningkatkan prestasi dan ujung-ujungnya demi uang yang lebih banyak lagi..., lebih banyak lagi.., dan lebih banyak lagi, untuk memenuhi segala macam kebutuhan yang muncul dengan tiba-tiba, merengek-rengek minta dipenuhi. Bukankah keadaan seperti ini tiada berbeda dengan kondisi seorang pecandu putauw?

Renungkanlah, mengapa dari hari ke hari kita makin menjadi budak dari keinginan kita sendiri. Didorong oleh segala macam godaan duniawi, kebutuhan semu yang diciptakan oleh iklan-iklan yang menampilkan gaya hidup semu oleh bintang-bintang yang juga semu, betapa makin kaburnya pengertian kita akan bedanya kebutuhan atas keinginan. Kebutuhan, kawan, ada batasnya. Tetapi keinginan, sayangnya, sampai saat ini belum ditemukan batasnya.

Kita bukan robot, kawan, dan kita bukan budak siapa pun. Jangan biarkan diri kita diperobot dan diperbudak oleh sesatnya nilai-nilai materialisme dan hedonisme. Jangan biarkan remote control diri kita berada di tangan tuan rutinitas, tuan materialisme, dan nyonya hedonisme. Mari kita bentengi diri kita dengan kebijaksanaan untuk dapat membedakan antaran keinginan dan kebutuhan.

Seperti kata Mahatma Gandhi: "High Thinking, Plain Living"
130501

Disadur dari Buku :" SENYUM DONG! Dunia Belum Kiamat Lho, Penulis : Chuang (2009)

Rasa Bersalah dan Pengampunan



Oleh Ajahn Brahm

Beberapa tahun yang lampau, seorang wanita muda Australia datang menemui saya di wihara saya di Perth. Para bhikkhu memang sering dimintai nasihat untuk masalah-masalah umat, barangkali karena kami tidak pernah minta bayaran. Wanita ini datang dengan rasa bersalahnya. Enam bulan sebelumnya, dia mengajak sahabat dan pacar sahabatnya untuk berpergian naik mobil ke padang rumput. Sahabatnya tidak ingin pergi, begitupun pacarnya, tetapi tak asyik rasanya kalau main sendirian saja. Jadi dia membujuk dan merengek sampai akhirnya mereka menyerah dan bersedia pergi bersama-sama.

Lalu terjadilah kecelakaan: mobil mereka tergelincir di jalan batu yang longsor. Sahabatnya tewas, pacar sahabatnya lumpuh. Itu adalah gagasannya, tetapi dia sendiri selamat. Dia bercerita kepada saya dengan duka di matanya : "Kalau saja saya tidak memaksa mereka untuk pergi, sahabat saya pasti masih hidup dan pacarnya tidak akan kehilangan kaki. Seharusnya saya tidak membuat mereka pergi dengan saya. Saya merasa sangat bersalah."

Pikiran pertama yang melintas di benak saya adalah untuk menenangkannya bahwa itu semua bukan salahnya. Dia tidak merencanakan untuk mengalami kecelakaan itu. Dia tidak berniat menyakiti sahabatnya. Semuanya sudah terjadi. Jangan merasa bersalah. Namun, pikiran berikutnya yang melintas adalah, Berani taruhan dia pasti sudah mendengar nasehat semacam itu, ratusan kali dan tampaknya tidak mempan.

Jadi saya diam sejenak, merenungkan situasinya lebih dalam, lalu saya katakan kepadanya bahwa bagus juga kalau dia merasa begitu bersalah. Wajahnya berubah dari sedih menjadi terkejut, dan dari terkejut menjadi lega. Dia belum pernah mendengar perkataan seperti itu sebelumnya : bahwa dia semestinya merasa bersalah. Dugaan saya benar. Dia merasa bersalah akan perasaan bersalahnya. Dia merasa bersalah dan setiap orang bilang bahwa dia tidak boleh merasa bersalah. Karena itu, dia merasa dua kali bersalah, merasa bersalah karena kecelakaan itu dan merasa bersalah atas perasaan bersalahnya. Begitulah cara kerja pikiran kita yang ruwet ini.

Hanya ketika kita telah mengatasi lapisan pertama perasaan bersalahnya dan menegaskan bahwa tidak apa-apa kalau dia merasa bersalah, barulah kita bisa melanjutkan ke tahap berikut pemecahan masalahnya : "Lalu Sekarang bagaimana?"

Ada pepatah Buddhis yang sangat membantu : "Daripada mengeluhkan kegelapan, lebih baik menyalakan lilin." Perasaan bersalah pada hakikatnya berbeda dengan penyesalan. Didalam kebudayaan kita, "bersalah"adalah keputusan yang diketok-palukan oleh hakim pengadilan. Dan jika tak ada seorang pun yang menghukum kita, kita akan menghukum diri sendiri, dengan satu dan lain cara. Perasaan bersalah berarti hukuman di dalam batin kita.

Jadi, wanita muda ini memerlukan suatu kiat pengampunan untuk membebaskannya dari perasaan bersalah. Sekadar memberitahukannya untuk melupakan apa yang terjadi tampaknya tak berkhasiat. Saya menyarankannya untuk menjadi relawan disebuah unit rehabilitasi korban kecelakaan lalu lintas di rumah sakit setempat. Karena di sini, saya pikir, dia akan menanggalkan rasa bersalahnya dengan bekerja keras dan juga seperti yang biasanya terjadi pada kerja sukarela, dia akan sangat terbantu oleh orang-orang yang dibantunya.

Sumber :
Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
108 Cerita Pembuka Pintu Hati
Oleh Ajahn Brahm

Vihara Dharma Wijaya



Vihara Dharma Wijaya
Jl. Dr. Wahidin No. 107/265 Medan - 20221

Kegiatan Rutin:
Setiap Sabtu:
- Pelatihan Pemimpin Kebaktian
Pukul 17.00 s/d 18.30 WIB
Bhaktisala Lt. 1

- Pelatihan Pembacaan Ayat-Ayat Suci Dhammapada
Pukul 17.00 s/d 18.30 WIB
Bhaktisala Lt. 1


Setiap Minggu:
Kalangan Umum:
- Kebaktian Umum & Dhammadesana ( Khotbah Dharma )
Pukul 09.00 s/d 11.00 WIB
Bhaktisala Lt. 1

Kegiatan yang dilakukan:
1. Pembacaan Paritta Pali
2. Meditasi
3. Dhammadesana ( Khotbah Dharma ) / Pemutaran film Dharma
4. Kuis / Nyanyi Bersama lagu-lagu buddhis
5. Dana Paramita
6. Konsumsi
7. Ramah tamah

- Kebaktian Anak-Anak ( Sekolah Minggu Buddhis ) GABI DW
Pukul 09.00 s/d 12.00 WIB
Bhaktisala Lt. 2

Kegiatan yang dilakukan:
1. Pembacaan Paritta Pali
2. Meditasi
3. Dhammadesana ( Khotbah Dharma ) / Pemutaran film Dharma
4. Kuis / Nyanyi Bersama lagu-lagu buddhis / Games edukasi / Pembelajaran Bahasa Mandarin
5. Dana Paramita
6. Konsumsi
7. Dan Masih banyak lagi

Ajak Teman-teman, keluarga , dan semua kerabat anda ke Vihara Dharma Wijaya Kami Menyambut anda sekalian....Dijamin Seru.... G nyesal de.... :D

Thanks


Namo Buddhaya, Namo Dhammaya, Namo Sanghaya......

FB : PMV Dharma Wijaya



ruang bhaktisala utama Vihara Dharma Wijaya ( Medan )

Event PMV Dharma Wijaya.





DOKUMENTASI



Minggu, 15 Agustus 2010 ( pkl: 8.30 sd 17.30 )
Pelatihan Pemuda Buddhayana Sesi II Angkatan II
terima kasih kepada SEKBER PMVBI SUMUT
yang telah menyelenggarakan acara ini di Vihara Dharma Wijaya
semoga pemuda Buddhayana berkarya tanpa hendi untuk Buddha Dharma


- Acara Retret "ONE DAY MINDFULNESS" & Dharma Talk
Bersama "Guo Yuan Fa Shi "
( Guru besar meditasi dari Taiwan murid master Sheng Yen) "
didampingi 2 asistennya dari DDM Monastik


muda-mudi Vihara Dharma Wijaya

Monday, 7 November 2011

Peringatan 42 Vassa Pengabdian Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera



(Analisa/istimewa) Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera (kanan) menyerahkan nasi tumpeng kepada Kepala Vihara ITCB Bhikkhu Khemanando (kiri) dalam rangkaian peringatan 42 tahun vassa pengabdiannya, di Vihara ITCB Jalan Cemara Boelevard Utara Komplek Cemara Asri Medan, Sabtu (5/11) malam.


Medan, (Analisa). Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera mengajak suluruh Umat Buddha agar menghayati ajaran agama, serta meningkatkan kualitas kerukunan antar umat beragama.
"Salah satu caranya yakni dengan perencanaan hidup dengan memahami mulai dari butir-butir sila dari Pancasila,"ungkap Bhante dalam sambutannya pada acara peringatan 42 vassa pengabdiannya, di Vihara ITCB Komplek Cemara Asri Medan, Sabtu (5/11) kemarin.

Menurut Bhante, dengan kemajemukan umat beragama di Indonesia maka umat Buddha harus punya satu keyakinan dan wajib mengembangkan agama dan budaya.

Pada kesempatan itu Ketua Majelis Buddhayana Indonesia pusat yang diwakili Hendra Gunawan Chandra menyatakan, salut terhadap pengabdian Bhkikhu yang diakrab disapa Eyang tersebut.

Sebab baginya bukan mudah bagi umat dan bhikkhu yang mampu menjalani masa pengabdian selama 20 tahun. Bahkan diusianya yang menginjak 67 tahun, Eyang masih sering keliling vihara di berbagai belahan dunia sekaligus membangun pluralisme dan universalisme.

Begitu juga Bhante Avudhapanno Mahathera dari Thailand menegaskan bahwa, Bhante Jinadhammo Mahathera telah mampu melewati perjuangan yang sangat berat. Untuk itu Bhante Jinadhammo Mahathera pantas menjadi pemenang dhamma.

Puncak peringatan 42 Vassa Pengabidan Y.M Bhante Jinadhammo Mahathera ini, dimeriahkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan menampilkan Dalang kondang Ki Anom Suroto.

Mengambil lakon Bimasuci, Ki Anom memaparkan kisah ini mengangkat cerita tentang perjuangan Bima yang berguru dengan Dewaruci sekaligus mampu mengajak para anak muridnya untuk memperbaiki akhlak yang rusak.

Sementara itu Bhikkhu Khemanando memaparkan, acara ini merupakan yang pertamakali digelar di vihara sebagai suatu penghormatan atas pengabdianY.M Bhante Jinadhammo Mahathera. Dengan menghadirkan pagelaran hiburan wayang kulit merupakan performance yang berbeda, dimana pihaknya berarti telah turutserta dalam melestarikan budaya yang ada di Indonesia.

Dalam peringatan 42 vassa bertajuk Longlive Eyang tersebut, sebanyak 5 Bhante turut hadir menyaksikan pagelaran wayang semalam suntuk diantaranya Bhikkhu dari Norwegia Santikaro dan dari Thailand Bhante Avudhapanno Mahathera. (maa)

Friday, 4 November 2011

Berbahagia di atas Penderitaan

Berbahagia di atas penderitaan.

Salah satu faktor utama penyebab seorang anak manusia yang berbahagia di atas penderitaan makhluk lain adalah sifat irsia(irihati). Jenis manusia seperti ini tidak akan bergembira melihat keberhasilan/prestasi yang dicapai orang lain. Ia akan berusaha menjatuhkan orang tersebut dengan berbagai cara yang licik dan keji. Menyaksikan keberhasilan/ kebahagiaan orang lain adalah lebih bijaksana bila kita berinstropeksi diri mencari solusi yang positif menuju keberhasilan. Setidaknya dengan demikian, kita tidak menimbun karma buruk dalam kehidupan ini.


Pada zaman kekuasaan dinasti Bing (1368-1628) di negara tirai bambu, hiduplah seorang saudagar bernama Chan Ik Han. Ia merupakan orang yang pandai, tetapi memiliki jiwa yang serakah, licik dan irihati. Baginya uang adalah segalanya, apapun sanggup ia jual demi uang. Termasuk harga diri dan nama yang baik, bila perlu. Chan Ik H an ketika itu memiliki sebuah kilang penggilingan padi, dimana hasil sawah dan ladang para petani di desa itu ditampungnya dan diolah menjadi beras.

Para petani di desa tersebut hidup makmur disebabkan tanah yang subur dan usaha yang dilakukan mereka tanpa mengenal “lelah”. Menyaksikan kemakmuran para petani, Chan Ik H an yang telah kaya merasa irihati dan berpikir alangkah baiknya bila kemakmuran dari para petani itu dikoreknya. Maka sejak itu Chan Ik Han membeli hasil sawah dan ladang para petani dengan harga murah dan mengolahnya kemudian dijual dengan harga yang mahal. Disebabkan waktu itu hanya ia yang memiliki kilang penggilingan padi, maka ia dapat bertindak sesuka hatinya dengan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari jerih payah dan keringat para petani. (Berbahagia di atas penderitaan makhluk lain).
Chan Ik Han yang kaya menjadi semakin kaya sehingga ia dikenal sebagai saudagar kaya yang serakah dna licik, tidak pernah memperdulikan nasib para petani yang miskin yang semakin miskin karena ulahnya yang tidak terpuji.


Tanah para petani yang bangkrut dibelinya dan kemudian ia sewakan kepada para petani dengan harga yang mencekik. Demikian sepak terjang Chan Ik Han yang tidak baik ternyata membumbung naik ke langit biru menembus awan hingga ke surga. Langit tidak akan merestui segala tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Seperti yang pernah dikatakan Sang Buddha :Ia yang melanggar Dhamma karena bahwa nafsu, kebencian dan kebodohan. Nama baiknya akan menjadi suram. Bagaikan bulan sabit pada waktu gelap bulan.”

Pada suatu ketika, Chan Ik Han mengidap suatu penyakit aneh. Dimana tulang-tulang di tubuhnya sering mengalami kesakitan bagaikan dihujam seribu mata pedang. Sakit dan ngilu tulangnya membuat Chan Ik Han sangat menderita. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. Telah banyak tabib yang dipanggilnya dengan bayaran mahal disebabkan hampir seluruh tabib disana mengetahui sifat Chan Ik Han. Dalam waktu singkat harta simpanan Chan Ik Han selama itu habis terkuras. Untuk biaya pengobatan penyakitnya. Ia mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari tebing yang tinggi di desanya karena putus asa kepada penyakitnya yang tak kunjung sembuh serta semua harta telah habis.

Ketika ia hendak melompat dari atas tebing yang tinggi dan curam, terdengar suara seseorang menggaung jauh dari jurang dibawahnya : “Penderitaan tak akan berakhir dengan kematian. Dengan berinstropeksi terhadap kesalahan sendiri, maka seseorang akan semakin dekat dengan kebijaksanaan. Hanya orang bijaksanalah yang dapt melihat dan menelusuri jalan mulia”.

Syair yang diucapkan seseorang itu bagaikan palu godam yang menghentak kesadaran Chan Ik Han yang terlena dengan materialistis selama ini. Semua bayangan kesalahan yang telah diperbuatnya melintas dibenaknya. Airmata penyesalan pun mengalir membasahi kedua pelupuk matanya. Ia bersimpuh menghadap langit dan berjanji akan merubah kesalahannya selama ini.

Sejak saat itu Chan Ik Han merubah sifat buruknya dengan menjalankan usahanya secara jujur dan meraup keuntungan yang sewajarnya. Para petani miskin diberi kesempatan menggarap tanahnya tanpa diambil sewa dengan hasil sawah dibagi seadil-adilnya. Penyakit yang dideritanya pun berangsur sembuh dan Chan Ik Han hidup dalam dami dan bahagia, karena ternyata sifat yang telah diubahnya lebih disenangi khayalak ramai.

Pembaca yang bijaksana, tempat dan tujuan tidak akan pernah dicapai apabila kita tak pernah memulai suatu perjalanan. Kembali kepada kita bertapak di jalan yang mulia atau di jalan yang tidak terpuji. Demikianlah pesan dari para ariya.

Dhammapada Atthakatha Syair 117

Apabila seseorang berbuat jahat, hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu.

Sungguh menyakitkan akibat dari menumpuk perbuatan jahat.

Bacaan diambil dari buku Moralitas edisi 7.

Monday, 31 October 2011

Perayaan Kathina Nasional di Medan Dihadiri Tiga Ribu Umat

Perayaan Kathina Nasional di Medan Dihadiri Tiga Ribu Umat

(Analisa/istimewa) Suasana perayaan Kathina Nasional yang dihadiri lebih dari tiga ribu diselenggarakan oleh Majelis Buddhayana Indonesia pada Minggu, (30/10) di Medan.
Medan, (Analisa). Lebih dari tiga ribu umat dari berbagai daerah hadir dalam Perayaan Kathina yang diselenggarakan oleh Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) pada Minggu, (30/10).
Ketua Umum Pengurus Pusat MBI UP.Sudhamek AWS SE,SH yang menyatakan bersuka cita atas pelaksanaan Kathina di Kota Medan serta diharapkan perayaan ini dapat dimaknai sebagai ladang kebajikan dan sarana pemersatu dengan mengembangkan rasa kekeluargaan yang penuh cinta kasih, sehingga terbina keharmonisan dalam kehidupan sosial masyarakat serta menjadi dasar ketahanan bangsa dan negara.
Publish Post


Ketua Panitia Upa. Riady Armin Hutama, ST menjelaskan bahwa MBI Sumut mendapat amanat Ketua Umum Sagin pada Musyawarah Kerja Nasional yang berlangsung pada 23 - 24 April lalu sebagai tuan rumah sekaligus Panitia Penyelenggara Perayaan Kathina dalam skala Nasional untuk kali pertama dilaksanakan di Kota Medan.

"Kami berterima kasih atas dukungan dari berbagai pihak yang menyukseskan kegiatan ini serta sambutan yang luar biasa dari umat Buddha. Kami meyakini membludaknya umat yang hadir tentunya ada yang tidak terlayani dengan baik untuk itu panitia berharap umat dapat memakluminya, " katanya.

Turut memberikan sambutan Pembimas Buddha Kanwil Depag Sumut, Ketut Supardi SAg, MSi.

Kehadiran sekitar 33 bhikkhu dari Sangha Agung Indonesia (Sagin) dalam satu seremonial Kathina adalah merupakan momen yang dinanti-nantikan sehingga umat Buddha yang hadir membludak. Di mana acara ini dihadiri oleh Mahathera Nyanasuryanadi (Ketua Umum Sagin), Mahasthavira Nyanamaitri (Maha Adhikari Sagin), Mahathera Aryakusalo (Nayaka Sangha Theravada Sagin) dan Mahathera Nyanakaruno (Ketua Wilayah I Sagin) serta bhikkhu lainnya.

Ketua MBI Sumut, Upa. Ir. Ony Hindra Kusuma menjelaskan bahwa Perayaan Kathina kali ini merupakan momen kebersamaan dalam melakukan kebajikan di ladang subur.

Beberapa Pengurus Pusat MBI berkesempatan menghadiri kegiatan ini mendampingi Ketua Umum Pengurus Pusat MBI UP.Sudhamek AWS SE,SH yakni MU. Phoa Krisna Putra dan UP.Tony Sasana Surya Dewan Pengawas PP MBI, Wakil Ketum UP.Amin Utario ST, Sekjen UP.Ir . Budiman MSIE dan Wasekjen Dady Pasamsa SAg beserta Pimpinan MBI dari berbagai daerah se Indonesia.

Persembahan Dana

Acara puncak berupa persembahan dana Kathina berupa 4 kebutuhan pokok kepada Sangha yang diawali oleh pimpinan pusat dan daerah, para sesepuh, pandita, badan otonom, Pembimas Buddha, anggota legislatif beserta tokoh masyarakat lainnya antara lain Ketua Walubi Medan Ir. Sutopo, Wakil Ketua Komisi A DPRDSU Sonny Firdaus SH, anggota DPRD Sumut Brillian Mokhtar, Anggota DPRD Lily Tan, Ketua Komisi E , Anggota DPRD Medan Hasyim, SE, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kota Medan Janlie, SE dan Ketua REI Sumut Tomi Wistan.

Dilanjutkan dengan persembahan oleh seluruh umat yang hadir sebagai momen bakti kepada Sangha yang merupakan persaudaraan suci bhikkhu / bhikkhuni. Bagi umat Buddha, sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta ini. pewaris dan pengamal Buddha Dharma yang patut dihormati. Setelah persembahan dilakukan oleh umat, bikkhu sangha memberikan gelang yang telah diberkahi kepada setiap umat Buddha.

Acara ditutup dengan pelimpahan jasa serta pemercikan air suci sebagai pelambang berkah dari anggota Sangha kepada umat yang hadir. Serta di akhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh anggota sangha dengan harapan hasil kebajikan bersama tersebut dapat membuahkan kamma bajik serta melimpahkan kebahagiaan serta keselamatan bagi semua mahkluk. (rrs/rel)

sumber : http://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/01/19720/perayaan_kathina_nasional_di_medan_dihadiri_tiga_ribu_umat/#.Tq9XlXKE1mR

Saturday, 29 October 2011

DIAM


Diam

Latihan meditasi mengajarkan kita untuk duduk diam, untuk hening, untuk tidak melakukan apa pun. Karena terkadang dalam kehidupan, saat kita seharusnya duduk diam tanpa berbuat apa-apa, kita sering gagal dan begitu gatalnya sehingga melakukan sesuatu yang akhirnya kita sesali. Tak heran filsuf Prancis, Blaise Pascal, pernah menyatakan bahwa masalah-masalah yang terjadi di dunia ini adalah karena manusia tidak pernah belajar untuk duduk diam.

Seperti juga yang terjadi ketika kita mencela dan menghakimi seseorang: Mengapa repot-repot mencela dan menghakimi? Bukankah setiap perbuatan adalah tanggungjawab kita sendiri dan kita tidak harus bertanggungjawab terhadap perbuatan orang lain?
Daripada membuang-buang tenaga untuk mencela dan menghakimi, menuding ke sana ke mari, mengapa tidak duduk diam dalam hening, mengamati nafas dan kesejatian kita, untuk memupuk kebajikan dan kebijaksanaan dalam diri sehingga pad suatu hari kita dapat membagi-bagikan buahnya kepada dunia?

Diambil dari buku Chuang- "SENYUM DONG" DUNIA BELUM KIAMAT(2009).

Tuesday, 25 October 2011

BELAJAR


BELAJAR

Salah satu hal yang paling menyenangkan dalam soal belajar sesuatu yang baru adalah, untuk dapat belajar dengan baik, kita justru harus mengosongkan pikiran kita dari segala pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya. Persis seperti kisah Zen mengenai cangkir teh. Apakah Anda sudah pernah mendengar atau membaca kisah tersebut? Kalau belum, saya anjurkan Anda menghubungi toko buku terdekat.

Seperti kisah Zen tersebut, bagaimana mungkin cangkir yang sudah penuh dapat diisi lagi dengan the jika tidak dikosongkan terlebih dahulu? Bagaimana mungkin pengetahuan yang baru dapat masuk ke dalam otak kita jika pikiran kita penuh oleh pelbagai pengetahuan dan pra-anggapan yang kita peroleh pada masa lalu?

Disini, tampak jelas sekali untuk dapat belajar dengan baik, kita sebagai siswa dituntut untuk mampu bersikap rendah hati, untuk bersikap sebagai orang bodoh. Karena itu, saya ingat bahwa di film-film kungfu sering terlihat bagaimana seorang guru memberi tugas-tugas yang remeh temeh (seperti misalnya mengepel lantai, menimba air, memotong kayu) untuk menaklukan kesombongan seorang siswa yang bangga hati, sebelum ia diperbolehkan belajar kungfu.

Selain soal kerendahan hati, ada satu paradoks lagi mengenai belajar: makin kita banyak belajar, makin kita banyak mengetahui. Dan mengetahui disini termasuk juga mengetahui bahwa makin banyak yang tidak kita ketahui. Ini seperti rantai aksi reaksi. Ada aksi menimbulkan reaksi. Ada pengetahuan menimbulkan ketidaktahuan. Makin banyak aksi, makin banyak reaksi. Makin banyak pengetahuan, makin banyaklah ketidaktahuan kita.

Dalam hubugannya dengan ini, tidak heran jika ada ungkapan bahwa berbahagialah orang yang tidak mengetahui apa pun. Karena orang seperti itu tidak harus terkena kutukan mengetahui bahwa dia tidak mengetahui.

Sebab itulah, Buddha dalam perumpamaan mengenai daun simsapa mengatakan bahwa pengetahuan yang Beliau ajarkan itu ibarat hanya segenggam daun simsapa di tangan-Nya bila dibandingkan dengan pengetahuan yang tidak Beliau ajarkan. Karena bukan saja pengetahuan yang tidak diajarkan itu tidak berguna untuk mencapai pencerahan, melainkan juga bahwa terlalu banyak mengetahui segala sesuatu hal justru akan menyesatkan kita ke arah tidak mengetahui apa pun.

Begitulah, untuk dapat belajar dengan baik, kita harus pertama-tama bersedia berendah hati dengan mElupakan segala hal yang kita ketahui sebelum ini, segala hal yang menjadikan kita dikenal sebagai si tahu atau si cerdas. Dengan kata lain, proses belajar itu menyenangkan karena secara tidak langsung ia memaksa kita untuk bersikap rendah hati. Dan bukankah memiliki kerendahan hati itu ibaratnya memiliki permata yang tiada taranya?


Diambil dari buku Chuang “SENYUM DONG!, Dunia Belum Kiamat Lho”
Seri Dharma Putra Indonesia 2, Penerbit Ehipassiko Foundation, 2009.

Thursday, 20 October 2011

Vihara Dharma Aura



SEJARAH SINGKAT VIHARA DHARMA AURA

Bermula dari seorang tokoh Agama Buddha yang cukup dikenal di Sumut, khususnya di Medan yaitu Alm. Romo Pandita Dharma Loka (Ang Bok Luan). Beliau memulai pengabdiannya sejak tahun 1975.

Pada awalnya, Beliau bersama Bhante Jinnadhammo Maha Thera mengunjungi daerah-daerah seperti Deli Tua, Pantai Cermin, Pancur Batu, Sibolga, Padang Sidempuan, Rantau Prapat, Bagan Siapi-api, Selapian, Tanjung Ledong untuk “memperkenalkan” dan mengembangkan Ajaran Buddha. Tak lama kemudian beliau menggabungkan diri dengan MBI TK-I yang pada saat itu berkedudukan di Vihara Borobudur. Beliau memimpin seksi Keviharaan.

Sebagai seorang pandita Lokapalasraya, Beliau mengatur jadwal kunjungannya ke daerah-daerah untuk memberikan khotbah dan mengajarkan pembacaan Sutra.

Kemudian sekitar Tahun 1996-2006 Beliau berkonsentrasi di Cetiya Khanti Paramitha di Sunggal (cetiya ini adalah rumah sederhana yang dipinjamkan umat) untuk melatih Liam Keng untuk kegiatan sehari-hari dan di upacara Avamangala. Semakin hari umat yang semakin banyak sehingga kapasitas cetiya tidak cukup lagi. Sejak itulah Beliau dan murid-muridnya bercita-cita mendirikan sebuah vihara di Sunggal yang sekarang di kenal dengan Vihara Dharma Aura.

Usaha inipun dimulai dengan mempersiapkan sebidang tanah dengan luas 440 m2. Tak lama Beliau jatuh sakit dan wafat pada 17 Februari 2009. Atas jasanya terhadap perkembangan Agama Buddha , pemerintah melalui Direktorat Jendral Hindu Buddha pada Juni 2005 telah memberikan penghargaan kepada Beliau. Tanggal 20 Agustus 2005 , MBI memberikan penghargaan kepada Beliau atas kesetiaan dan pengabdian yang diberikan selama lebih dari 20 tahun.

Atas dasar cita-cita mulia tersebut kini Vihara Dharma Aura lantai I telah berdiri dan dalam rencana pembangunan lantai II. Banyak kegiatan positif telah dilakukan di vihara ini antara lain :

  1. Pembacaan Sutra setiap hari Uposatha dan hari-hari besar Buddhis
  2. Kebaktian Pali setiap Minggu nya
  3. Sharing Dhamma setiap minggu
  4. Sekolah Minggu Buddhis setiap hari Minggu
  5. Perayaan-perayaan Buddhis seperti Waisak, Asalha dan Sangha Dana Kathina
  6. Pindacara atau Pindapatta Masa Vassa
  7. Bakti Sosial oleh Muda-mudi
  8. Fangsen dan lain-lain

Untuk kegiatan Sekolah Minggu Buddhis di Vihara Dharma Aura adalah Sekolah Minggu Buddhis resmi dengan izin dari Depag dengan nama Sekolah Minggu Buddhis Kalyana Mitta. Jumlah siswa juga terus bertambah kian hari.

INFO KATHINA DANA 2555 TB

Ketua Panitia Kathina 2011 : Hela, ST.

Wednesday, 19 October 2011

Vihara Dharma Wijaya

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More