Dhamma itu Indah pada awalnya, Indah pada Tengahnya, dan Indah pada Akhirnya...

Friday 30 September 2011

BELAJAR MEDITASI.



Saat akan mulai meditasi, duduk dengan sikap yang tegak kaki boleh di lipat seperti lotus atau setengah lotus atau diletakkan secara rata yaitu kedua mata kaki menyentuh lantai, lalu tangan kanan bertumpu di atas telapak tangan kiri, kemudian pejamkan mata dengan lembut dan perlahan, lalu kendorkan seluruh jasmani agar tidak tegang, kemudian bernafaslah dengan wajar dan alamiah lalu perhatikan sensasi di ujung lobang hidung, ketika menarik nafas akan ada udara masuk ke paru-paru melalui lobang hidung, pada saat udara menyentuh ujung lobang hidung maka akan terasa sensasi yg sejuk/dingin, namun ketika menghembuskan nafas karna udara keluar dari dalam perut maka tidak ada sensasi dingin di ujung lobang hidung.
Tugas yogi sekarang adalah mengamati sensasi di ujung lobang hidung, saat tarik nafas ada sensasi sejuk di ujung lobang hidung batin mengetahui sensasi sejuk tersebut, saat menghembuskan nafas tidak ada sensasi sejuk di lobang hidung batin mengetahui tidak ada sensasi sejuk tersebut begitulah tugas yogi hanya mengamati/menyadari/mengetahui saja sensasi di ujung lobang hidung dengan relax/santai/tidak terlalu fokus. (Bila anda telah terbiasa mengamati naik dan turunnya perut anda boleh menggunakan naik dan turunnya perut sebagai objek latihan.)
Meskipun anda di anjurkan untuk hanya mengamati sensasi di ujung lobang hidung saja, namun perhatian kita kadang kala akan terseret ke hal yang lain seperti ngantuk, sakit, kesemutan, nyilu, gatal, pegal, teringat, berpikir, menganalisa, melamun atau berkhayal, ini adalah hal yang wajar bila anda telah menyadari bahwa pikiran sedang berpikir, menganalisa, melamun atau berkhayal, maka segeralah tarik kembali perhatian anda untuk kembali mengamati sensasi di ujung lobang hidung. Bila melihat sesuatu bentuk sadari sedang melihat, bila mendengar sesuatu suara sadari sedang mendengar, bila mencium sesuatu aroma sadari sedang membau. Bila bersentuhan dengan sesuatu sadari sedang bersentuhan. Dengan metode dan sikap mental yang demikianlah anda berlatih meditasi duduk mulai dari 15 menit secara bertahap di tingkatkan hingga dapat duduk selama 1 jam. sadhu3x.

•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•
Melalui kesempatan ini Yayasan Vipassana Indonesia akan menyediakan lahan subur tersebut dan memberi peluang kepada setiap orang agar memiliki kesempatan melakukan kebajikan menanam jasa ini.
Yayasan Vipassana Indonesia membutuhkan sebidang tanah seluas 1 hektar di pinggiran kota Medan.
Bila anda berminat melakukan kebajikan menanam jasa ini, silahkan hubungi kami atau mentransferkan dana anda ke rekening Yayasan Vipassana Indonesia.

BCA KCP Asia Mega Mas. Jl. Asia Raya. Kompleks Ruko Asia Mega Mas Blok BB No. 11 Medan - 20216, Indonesia. A/C : 830-518-6186 Swift Code : CENAIJA

Bank Artha Graha Jl. Dr. Sutomo No. 27 KLM Medan- 20232, Indonesia A/C: 070-123-3336 Swift Code: ARTGIDJA

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi :
Jacky Koeswandy
Hp. : 0811617618
Anna Torsina
Hp. 0811612402
PROFILE YAYASAN VIPASSANA INDONESIA

MULAPARIYAYA SUTTA


Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit Hanuman Sakti, Jakarta, 1996

Demikianlah saya dengar:

Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di bawah pohon Sala-raja, di hutan Subhaga, Ukkhattha. Di tempat itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.”

“Bhante,” jawab para bhikkhu.

Sang Bhagava berkata: “Para bhikkhu, saya akan mengajarkan dasar metode (mulapariyaya) semua dhamma, dengarkan, perhatikan dengan seksama, saya akan bicara.”

“Ya, bhante,” jawab para bhikkhu menyetujuinya.

Sang Bhagava berkata: “Para bhikkhu, dalam hal orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat orang-orang suci (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun mengetahui (sanjanati) ‘pathavi’ (padat) sebagai pathavi. Setelah mengetahui pathavi sebagai pathavi, ia berpikir tentang pathavi; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia memikirkan (dirinya) sebagai pathavi; ia berpikir bahwa ‘pathavi milikku’, ia gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Ia mengetahui ‘apo’ (cairan) sebagai apo, setelah mengetahui apo sebagai apo, ia berpikir tentang apo; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan apo; ia memikirkan (dirinya) sebagai apo; ia berpikir ‘apo milikku’, ia gembira dalam apo. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Ia mengetahui ‘tejo’ (panas) sebagai tejo, setelah mengetahui tejo sebagai tejo, ia berpikir tentang tejo; ia memikirkan (dirinya) sebagai tejo, … ‘vayo’ (angin) … ‘bhuta’ (makhluk) … ‘deva’ (dewa) … ‘Pajapati’ … Brahma (Dewa Brahma) … Abhassara (Brahma Abhassara) … Subhakinna (Brahma Subhakinna) … Vehapphala (Brahma Vehapphala) … Abhibhu (Abhibhu-brahma Asannasatta) … Akasanancayatana….. Vinnanan-cayatana … N’evasannanasannayatana … ‘dittha’ (pandangan atau dilihat) … ‘suta’ (didengar) … ‘muta’ (dirasakan) … ‘vinnata’ (diketahui) … ‘ekatta’ (persatuan) … nanatta (perbedaan) … sabba (universal) … ‘nibbana’ sebagai nibbana, setelah mengetahui nibbana sebagai nibbana, ia berpikir tentang nibbana; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nibbana; ia memikirkan dirinya sebagai nibbana; ia berpikir ‘nibbana milikku’, ia gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, mengerti dengan baik tentang pathavi sebagai pathavi; karena mengetahui dengan baik tentang pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir ‘pathavi milikku’, ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu siswa yang belum mencapai kesempurnaan, yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi dari ikatan, mengerti dengan baik tentang ‘apo’ … (penerjemah: seperti di atas, sampai dengan) … ‘sabba’ …, mengerti dengan baik tentang nibbana sebagai nibbana; karena mengetahui dengan baik nibbana sebagai nibbana, maka ia tidak memikirkan tentang nibbana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nibbana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai nibbana; ia tidak berpikir ‘nibbana milikku’, ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telan melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, ia pun mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir ‘pathavi milikku’, ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin, telah hidup dengan kehidupan sempurna, … ia pun mengerti dengan baik tentang ‘apo’ … ia pun mengerti dengan baik tentang ‘nibbana’ sebagai nibbana; karena mengerti dengan baik mengenai nibbana, ia tidak memikirkan dirinya sebagi nibbana; ia tidak berpikir ‘nibbana milikku’, ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin … ia pun mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ … ‘nibbana’ … ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena ia ‘tanpa keinginan nafsu’ (vitaragatta), sebab telah ‘melenyapkan (semua) keinginan nafsu’ (khaya ragassa).

Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin … ia pun mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ … ‘nibbana’ … ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena ia ‘tanpa kebencian’ (vitadosatta), sebab telah ‘melenyapkan (semua) kebencian’ (khaya dosassa) …. Mengapa begitu? Karena ia ‘tanpa kebodohan’ (vitamohatta), sebab telah ‘melenyapkan (semua) kebodohan’ (khaya mohassa).

Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ … ‘nibbana’ … ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena hal itu telah dimengerti dengan baik oleh Tathagata.

Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir ‘pathavi milikku’, ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Karena ia telah mengetahui dengan baik bahwa ‘kenikmatan (nandi) dasarnya adalah pada dukkha’, mengetahui bahwa karena adanya ‘menjadi’ (bhava) maka terjadilah ‘kelahiran’ (jati), maka muncullah ‘usia tua dan kematian’ (jaramarana) makhluk.

Para bhikkhu itulah sebabnya maka saya nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan ‘melenyapkan semua keinginan’ (tanha khaya) dan ‘tanpa nafsu’ (viraga), sempurna kesadarannya dengan mencapai ‘penerangan agung tertinggi’ (anuttaram sammasambodhi).

Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang ‘apo’ … ‘nibbana’ … ia tidak gembira dalam ‘nibbana’ …. Para bhikkhu itulah sebabnya maka Saya nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan melenyapkan semua keinginan dan tanpa nafsu, sempurna kesadarannya dengan mencapai penerangan agung tertinggi.

Itulah yang diuraikan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira pada apa yang dikatakan Sang Bhagava.



.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•
Melalui kesempatan ini Yayasan Vipassana Indonesia akan menyediakan lahan subur tersebut dan memberi peluang kepada setiap orang agar memiliki kesempatan melakukan kebajikan menanam jasa ini.
Yayasan Vipassana Indonesia membutuhkan sebidang tanah seluas 1 hektar di pinggiran kota Medan.
Bila anda berminat melakukan kebajikan menanam jasa ini, silahkan hubungi kami atau mentransferkan dana anda ke rekening Yayasan Vipassana Indonesia.

BCA KCP Asia Mega Mas. Jl. Asia Raya. Kompleks Ruko Asia Mega Mas Blok BB No. 11 Medan - 20216, Indonesia. A/C : 830-518-6186 Swift Code : CENAIJA

Bank Artha Graha Jl. Dr. Sutomo No. 27 KLM Medan- 20232, Indonesia A/C: 070-123-3336 Swift Code: ARTGIDJA

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi :
Jacky Koeswandy
Hp. : 0811617618
Anna Torsina
Hp. 0811612402
PROFILE YAYASAN VIPASSANA INDONESIA

Dimensi Hukum Karma



Hukum karma perlu dipahami dari tiga(3) dimensi yakni karma masa lalu, karma sekarang dan karma yg akan datang, prilaku kita pada masa yang lalu telah menentukan keberadaan kita pada saat sekarang ini, prilaku kita pada masa yang lalu di tambah dengan prilaku kita saat sekarang ini yang akan menentukan keberadaan kita di masa yang akan datang. Oleh sebab itu meskipun kondisi yang kurang baik saat ini adalah akibat dari prilaku kita pada masa yang lalu namun saat sekarang ini bila kita melakukan kegiatan-kegiatan yang berjasa maka secara bertahap masa depan kita juga akan berubah menjadi lebih baik, dengan demikian bila kita ingin masa depan kita berubah menjadi lebih baik maka saat sekarang ini kita perlu lakukan kebajikan dengan melaksanakan dana, sila, samadhi dan panna, agar kita memiliki jasa sehingga timbunan jasa ini akan mengondisikan berbuahnya karma baik kita lalu proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan lancar sehingga secara bertahap kondisi kita juga akan mengalami perubahan ke arah yg lebih baik lagi. sadhu3x.


.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•
Melalui kesempatan ini Yayasan Vipassana Indonesia akan menyediakan lahan subur tersebut dan memberi peluang kepada setiap orang agar memiliki kesempatan melakukan kebajikan menanam jasa ini.
Yayasan Vipassana Indonesia membutuhkan sebidang tanah seluas 1 hektar di pinggiran kota Medan.
Bila anda berminat melakukan kebajikan menanam jasa ini, silahkan hubungi kami atau mentransferkan dana anda ke rekening Yayasan Vipassana Indonesia.

BCA KCP Asia Mega Mas. Jl. Asia Raya. Kompleks Ruko Asia Mega Mas Blok BB No. 11 Medan - 20216, Indonesia. A/C : 830-518-6186 Swift Code : CENAIJA

Bank Artha Graha Jl. Dr. Sutomo No. 27 KLM Medan- 20232, Indonesia A/C: 070-123-3336 Swift Code: ARTGIDJA

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi :
Jacky Koeswandy
Hp. : 0811617618
Anna Torsina
Hp. 0811612402
PROFILE YAYASAN VIPASSANA INDONESIA

KATHINA PUJA


YAYASAN VIPASSANA INDONESIA
BUDDHIST MEDITATION CENTER
JL. ASIA RAYA KOMPLEK RUKO ASIA MEGA MAS BLOK P. NO. 12A, 12B, 15,16 MEDAN-20216, INDONESIA


PANITIA MENYEDIAKAN PAKET KATHINADANA SEBAGAI BERIKUT :
1. PAKET A ( JUBAH + OBAT-OBATAN & PERLENGKAPAN LAINNYA) = Rp.1.000.000,-
2. PAKET B ( JUBAH ) = Rp.750.000,-
3. PAKET C ( OBAT-OBATAN & PERLENGKAPAN LAINNYA) = Rp.250.000,-
Umat dapat juga berdana selain dari paket yang disediakan oleh panitia.

*Paket Kathinadana telah dapat dipesan.
Umat yang memesan akan diberikan kupon. Kupon harap dibawa pada hari pelaksanaan Kathina Puja untuk ditukar dengan Paket yang dipesan.

Akan dihadiri oleh 7 Bhikkhu, 2 Samanera, dan 7 Sayalay.
sadhu sadhu sadhu


Sunday 25 September 2011

TRANSFORMING YOUR SELF


Diambil dari Buku Y.M Bhikkhu Khemanando-Fenomena Buddha Dhamma (2010).

Kita tahu bahwa kondisi sekarang bisa kita bilang Agama Buddha sangat lamban dalam perkembangannya khususnya di negara kita Indonesia, mengapa? Mari kita kaji dengan seksama kondisi orang-orang kita, segelintir umat Buddha, yang semakin jauh dari Ajaran nyata dari Buddha. Saudara/i sedhamma yang berbahagia, menurut hemat saya:
Karena salah persepsi terhadap kondisi-kondisi yang didengar tanpa mengkaji lebih lanjut:

  • Segelintir Umat Buddha selalu memprioritaskan atau menyalahtafsirkan tentang Kamma, contoh : orang tidak pernah datang ke vihara selalu dibilang itu belum Kammanya, orang tidak pernah berdana selalu dibilang itu belum Kammanya, orang tidak pernah mendengarkan Dhamma juga dibilang itu juga belum Kammanya. Seakan-akan Kamma ini sebagai penentu segala sesuatu yang tidak baik. Sesungguhnya kita sendiri yang menentukan kamma kita sendiri.
  • Segelintir umat Buddha lebih mengutamakan kultural (terjebak didalam pernak-pernik, jimat-jimat dan bungkusan budaya asaal sekte yang dipeluknya, entah budaya Tibet, budya Jepang, kulit luar budaya Tionghoa yang sangat jauh menyimpang dari budaya Tionghoa yang sesungguhnya, budaya Thailand, budaya Burma, bahkan Budaya Indonesia sendiri.) Umat lebih yakin kalau ada bhikkhu atau umat yang membawa jimat-jimat yang tak tentu asal-usulnya. Sesungguhnya pengertian benar sangat dibutuhkan demi terciptanya pandangan yang benar sehingga umat tidak terjebak di dalam jimat-jimat tersebut.
  • Segelintir umat Buddha lebih senang dengan upacara-upacara ritual (yang menganggap ritual bisa mendatangkan kebahagiaan serta kedamaian), sistem ini akan menghambat seseorang merealisasikan tingkat kesucian Sotapanna mangga dan phala. Sistem ini sangat disukai oleh segelintir kaum buddhis, walau menghabiskan uang jutaan kalau yang menyuruh Bhikkhu atau Suhu made in luar negeri maka mereka dengan mudah melakukannya dengan gampang. Tidak salah kalau umat agama lain memandang agama Buddha sebagai agama ritual, yang selalu mengutamakan upacara-upacara. Pandangan-pandangan itu muncul karena umat Buddha sendiri yang didukung oleh orang yang berjubah dari luar negeri. Ketika mereka melakukan ritual seperti itu, yang sangat menyedihkan lagi, mereka tidak peduli saudara-saudara mereka yang saat ini masih kelaparan, yang miskin, yang masih membutuhkan uluran tangan dari mereka. Yang penting mereka happy ketika ada bhikkhu atau suhu made in luar negeri datang. Mereka bangga, sampai-sampai mereka tidak mengenal bhikkhu atau suhu made in dalam negeri. Bahkan ketika mereka bertemu dengan para bhikkhu atau suhu made in dalam negeri mereka bisa salah sebut; bisa saja memanggil bapak, om, mas atau abang.
Segelintir Umat Buddha adalah orang-orang yang sangat pintar.
Sesungguhnya umat Buddha mempunyai integritas yang sangat tinggi dibanding yang lain karena didalamnya banyak orang-orang yang pintar. Mereka pintar, mudah menghafal dan selalu bisa dengan cepat mengerti apa yang mereka pelajari. Semakin pintar menguraikan sutta mereka merasa semakin hebat. Tanya saja sejarah dan ajaran Buddha, mereka mampu membahasnya secara mendetail, lengkap dengan kutipan sutta-suttanya. Tapi, tidak sabaran untuk mendengarkan orang lin. Saking pintarnya, mereka tidak mampu menghargai pendapat orang lain bahkan bisa menggosip, memfitnah dan mencela orang lain termasuk para bhikkhu sendiri menjadi sasaran dari kepintaran mereka.

Salah pandang mengenai Meditasi
Orang selalu bilang bahwa dunia penuh dengan penderitaan, dan oleh karena itu, prioritas tertinggi adalah secepatnya keluar dari alam yang menyengsarakan ini. Pergi jauh-jauh tinggalkan masyarakat. Mereka berbondong-bondong alih-alih menjadi Bhikkhu tetapi mereka mencari ketenangan yang jauh dari orang-orang. Tidak mau diganggu oleh siapapun termasuk orang tua mereka yang sebenarnya masih membutuhkan dan selalu mempunyai pengaharapan terhadapnya untuk bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka. Mereka selalu mempunyai alasan semakin sunyi dan terpencil semakin baik. Mereka tidak peduli lagi dengan keberadaan orang tua dan saudara-saudaranya, mengganggap semua itu tidak ada gunanya, lho.. kenapa mereka kok tidak menjadi bhikkhu saja. Memang meditasi adalah aktivitas termulia. Dan sangat memprihatinkan lagi, banyak dari mereka selalu mengganggap bahwa menolong sesama yang sedang menderita, melakukan baksos, kunjungan kasih, donor darah, memberi dana makanan kepada para bhikkhu (pindapata), mereka pikir hanyalah suatu aktivitas rendahan yang tak perlu lagi mereka lakukan. Sementara itu, umat agama-agama lain, mempunyai sistemik, begitu masuk dia akan berkesempatan untuk mentransformasikan diri melalui sarana yang sudah disediakan, yang dilengkapi mesin-mesin yang serba canggih, berkualitas dan dikelola secara profesional. Lewat proses itu, mereka muncul sebagai manusia yang lebih berkualitas. Lebih terdidik. Tahu akan realitas sosial, budaya, ekonomi, ekologi, dan teknologi. Ditempa menjadi manusia yang bisa lebih sabar, lebih bisa menghargai orang lain, lebih tanggap terhadap ketidakadilan sosial dan perusakan lingkungan, dsb. Jika mau gunakan analogi, inilah analoginya. Perguruan silat Satria Muda Indonesia( SMI) memiliki warisan ilmu dan sistem bela diri yang sungguh hebat. Tapi murid-murid perguruan tersebut, asyik membicarakan kehebatan Guru mereka sepanjang hari. Bukannya berlatih, pagi petang, asyik membicarakan betapa hebatnya Guru mereka, betapa hebatnya ilmu dan sistem di dalam perguruan mereka.

Sedangkan perguruan-perguruan lain, para siswanya giat berlatih kuda-kuda. Berlatih jruus. Mengangkat beban. Berlatih push up, sit up. Ketika terjadi kontes di lapangan, siswa perguruan manakah yang lebih unggul? Survey membuktikan: meskipun seseorang berasal dari perguruan yang lebih hebat, tapi jika orang itu tidak pernah giat berlatih, ketika di lapangan bertemu dengan siswa perguruan lain yang selalu semangat berlatih, maka sudah pasti siswa perguruan lain yang akan berjaya.

Jadi, menurut hemat saya, kunci utamanya bukanlah terletak pada agama atau guru seseorang melainkan seberapa giat dan konsisten orang itu menempa dirinya menjadi manusia unggulan dalam arti manusia yang damai, bahagia, sejahtera, bijaksana, rendah hati dan mudah memberikan kasih sayang kepada orang lain. Disamping itu juga untuk menghasilkan hasil akhir yaitu menjadi manusia-manusia yang bisa damai, selalu mudah tersenyum kepada semua orang, bijak dan bahagia.
Dengan penuh kerendahan hati dan ketulusan, penyaji ingin mengatakan bahwa agama Buddha tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk menjadi Umat Buddha walaupun banyak kegiatan dari sebagian umat-umat yang lain. Maka dengan melihat kenyataan ini kita bisa menyimpulkan bahwa banyak orang yang tertarik mengikuti ajaran lain karena mereka tidak memahami Dhamma dengan baik, mereka egois dalam menentukan sikap, mereka hanyua bisa mengutamakan KTP ketimbang suatu tindakan yang mencerminkan bahwa mereka seorang buddhis ideal. Maka untuk itu kita harus menjadi umat Buddha yang ideal, yang mampu memahami dan mengerti akan Ajaran sehingga kita tidak terombang-ambing oleh keadaan kita sendiri. Ketika seseorang mencapai tataran tersebut, Dhamma, Ajaran Buddha, tentu akan jauh lebih mudah diselami dan dipraktikkan oleh dirinya sendiri.

Kesimpulan.
Jadi dapat disimpulkan Saddha (Keyakinan), Sammaditthi (pengertian yang benar), dan Sammavayama (usaha yang benar) dapat diperoleh dari dukungan sesama rekan Dhamma (Kalyuana Mitta). Juga dapat disimpulkan keyakinan melahirkan pengertian dan daya upaya yang benar, dan apapun yang mau disimpulkan, seseorang seharusnya menyadari bahwa semuanya saling mendukung satu sama lainnya.

Jadi kalau kita ingin menjadi umat Buddha yang benar-benar, maka penyaji mengajak untuk bisa menerapkan dan meningkatkan apa yang baik, yang selalu dianjurkan untuk dilakukan. Ehipassiko, datang dan buktikan, adalah jawaban dari semua yang kurang mengerti, kurang memahami Dhamma, Ajaran Buddha. Maka Vihara adalah tempat untuk mendiskusikan semua itu, datang dan bicaralah maka jawaban pasti anda dapatkan.

“KEPEDULIAN ADALAH BENTUK DARI KEHARMONISAN. DAN KEHARMONISAN ADALAH BENTUK DARI RASA CINTA DAN KASIH SAYANG. PEDULILAH TERHADAP SESAMA JIKA KITA INGIN MENUNJUKKAN RASA CINTA DAN KASIH SAYANG KITA KEPADA MEREKA.


¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•

Profile Bhikkhu Khemanando
INFO KEGIATAN ITBC
>> Profile ITBC
<<
¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•

Thursday 22 September 2011

BUDDHA

INDAHNYA AJARAN BUDDHA.

Jalan Pencerahan yang Unik Bukan metafisik ataupun ritualistik. Bukan skeptik ataupun dogmatik. Bukan penyiksaan diri ataupun pemanjaan diri. Bukan pesimisme ataupun optimisme. Bukan eternalisme ataupun nihilisme. Bukan mutlak dunia ini ataupun dunia lain. Ajaran Buddha adalah jalan Pencerahan yang unik. Mengungguli segala sistem lain sebagai ajaran moral, ajaran Buddha mengungguli segala sistem etika, namun moralitas hanyalah awal, bukan sebagai akhir dari ajaran Buddha. Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah filosofi; dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah filosofi dari segala filosofi.


Dalam satu pengertian, Ajaran Buddha bukanlah agama; dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah agama dari segala agama. Melampaui Agama Jika definisi dari “agama” adalah kepercayaan mutlak dan pemujaan terhadap suatu sosok ilahi, dengan kewajiban untuk menjalankan upacara dan ritual, ajaran Buddha bukanlah suatu agama. Ajaran Buddha melampaui semua definisi umum tentang agama karena ajaran Buddha mendorong kecerdasan kita untuk bertanya dan meyakini adanya potensi tertinggi dari setiap individu. Upacara dan ritual hanya sekadar perayaan yang membantu mengilhami kita, namun tidak bisa memberi kita kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati. Universal karena perhatian utama Buddha adalah kebahagiaan sejati bagi semua makhluk, ajaran-Nya dapat dipraktikkan dalam masyarakat atau pertapaan, oleh semua ras dan sistem kepercayaan. Ajaran Buddha sama sekali tidak memihak dan benar-benar bersifat universal.

Kebenaran tidak memerlukan nama apakah ajaran Buddha itu agama atau filsafat? Ajaran Buddha tetaplah sedemikian rupa apa pun nama yang disematkan padanya. Nama tidaklah penting. Bahkan nama “Buddhisme” yang kita berikan untuk ajaran Buddha bukanlah hal yang penting. Kebenaran tidak memerlukan nama. Pemurnian Pikiran Ajaran Buddha tidak hanya menganjurkan untuk menghentikan semua kejahatan dan melakukan semua kebaikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian pikiran-yang merupakan akar dari segala kebaikan dan kejahatan, serta sebab dari penderitaan maupun kebahagiaan sejati.

Dewasa ini kita banyak mendengar tentang cara melatih kekuatan pikiran, ajaran Buddha adalah sistem pelatihan pikiran yang paling lengkap dan efektif yang ada di dunia ini. Kebebasan Berpikir Dari sisi intelektual dan filsafat ajaran Buddha, tumbuhlah kebebasan berpikir dan bertanya yang tidak ada bandingannya dengan agama atau filsafat besar dunia lainnya. Walaupun Buddha mendorong kita untuk mempertimbangkan ajaran-Nya, namun tidak ada kewajiban atau paksaan apa pun untuk percaya atau menerima ajaran Buddha. Tidak Ada Perintah Buddha begitu penuh toleransi, bahwasanya Ia tidak mengerahkan kekuatan untuk memberikan perintah kepada para pengikut-Nya. Sebagai pengganti penggunaan perintah, Ia berkata: “Sebaiknya kamu melakukan ini. Sebaiknya kamu tidak melakukan ini.” Ia tidak memerintah, tapi menasihati.

Kebebasan Bertanya. Ajaran Buddha dipenuhi dengan semangat kebebasan bertanya dan toleransi menyeluruh. Ajaran Buddha adalah ajaran tentang keterbukaan pikiran dan hati yang simpatik, yang menerangi dan menghangatkan segenap semesta dengan sinar ganda Kebijaksanaan dan Welas asih, memancarkan sinar keramahan pada setiap makhluk dalam perjuangan mengarungi samudera kelahiran dan kematian. Tidak Ada Rahasia Menurut Buddha, kebenaran adalah sesuatu yang terbuka bebas untuk ditemukan oleh semua makhluk. Jika kita mempelajari kehidupan dan ajaran Buddha, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu terbuka untuk setiap orang. Memang ada ajaran tingkat lanjut tertentu yang memerlukan bimbingan khusus dari para guru yang berpengalaman, namun tidak ada rahasia dalam ajaran Buddha.

Pendidikan Kebenaran. Buddha adalah guru kebenaran terbesar. Ajaran Buddha adalah pendidikan yang sempurna tentang kita dan semesta tempat kita tinggal. Ajaran Buddha adalah ajaran yang melampaui pengetahuan duniawi, mengenai Kebijaksanaan tertinggi menuju perwujudan kebahagiaan sejati. Menarik untuk dicatat bahwa salah satu universitas pertama di dunia adalah Universitas Buddhis Nalanda di India, yang berkembang pada abad ke-2 sampai ke-9. Universitas ini dibuka untuk pelajar dari seluruh penjuru dunia dan merupakan sekolah dari berbagai pelajar Buddhis terkemuka. Kebenaran akan selalu menang Buddha dengan terbuka mengundang pengikut-Nya dan penganut kepercayaan lain untuk menguji ajaran-Nya dari setiap sudut sampai tidak ada ruang keragu-raguan lagi. Buddha tahu bahwa jika seseorang benar-benar yakin bahwa ia mengetahui kebenaran, seharusnya ia tidak takut untuk diuji, karena kebenaran akan selalu menang. Jawaban Buddha terhadap berbagai pertanyaan telah memperkaya ajaran Buddha menjadi bidang keagamaan yang luas. Mengandalkan Diri Sendiri Ketika Buddha bermeditasi untuk mencapai Pencerahan, tidak ada dewa yang datang untuk menyingkap rahasia kekuatan spiritual apa pun. Ia berkata, “Saya tidak pernah memiliki guru atau makhluk apa pun yang mengajarkan cara mencapai Pencerahan. Saya mencapai Kebijaksanaan tertinggi dengan usaha, kekuatan, pengetahuan, dan kemurnian sendiri.” Demikian pula, kita dapat mencapai tujuan tertinggi ini melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam memperbaiki diri sendiri.

Berdasarkan Pengalaman dan Nalar. Ajaran Buddha adalah satu-satunya ajaran yang dibabarkan bagi umat manusia melalui pengalaman, pencapaian, Kebijaksanaan, dan Pencerahan dari pendirinya. Ajaran ini berakar dari pengalaman, bukan kepercayaan yang membuta. Masalah manusia harus dipahami melalui pengalaman manusia dan diatasi dengan pengembangan nilai-nilai manusia yang luhur. Manusia harus menemukan pemecahan melalui pemurnian dan pengembangan pikiran manusia, bukan melalui pihak-pihak luar. Jadilah Pelita Bagi Dirimu Sendiri Buddha tidak pernah memperkenalkan diri-Nya sebagai juru selamat gaib. Ia tidak mengajarkan adanya juru selamat semacam itu. Tak seorang pun yang dapat menyelamatkan kita selain diri kita sendiri. Para Buddha dengan jelas menunjukkan jalannya, namun kita sendirilah yang harus menjalaninya. Ia berkata, “Jadilah pelita bagi dirimu sendiri; andalkanlah dirimu sendiri; jangan mengandalkan pertolongan lain dari luar. Genggamlah erat kebenaran bagaikan sebuah pelita!” Teladan Sempurna Buddha adalah perwujudan segala kebajikan yang diajarkan-Nya. Ia mewujudkan seluruh ucapan-Nya dalam tindakan. Tanpa kenal lelah Ia membabarkan kebenaran dan menjadi teladan yang sempurna. Tak pernah Ia menampakkan kelemahan atau nafsu dasar manusia. Kualitas Moralitas, Kebijaksanaan, dan Welas Asih-Nya adalah yang paling sempurna sepanjang sejarah pengetahuan dunia. Kita Juga Bisa Menjadi Sempurna Buddha mewakili puncak tertinggi dari pengembangan spiritual yang mungkin dicapai. Ia mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai kesempurnaan sejati. Tidak ada pendiri agama mana pun yang pernah berkata bahwa para pengikutnya juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pengalaman yang sama akan kedamaian, kebahagiaan, dan keselamatan seperti dirinya. Tetapi Buddha mengajarkan bahwa setiap orang bisa mencapai kebahagiaan Pencerahan tertinggi yang serupa jika telah mempraktikkan apa yang Ia jalani.

Umat Buddha Bukanlah Budak Umat. Buddha bukanlah budak atau hamba sebuah buku atau siapa pun. Ia juga tidak mengorbankan kebebasan berpikirnya dengan menjadi seorang pengikut Buddha. Ia dapat melatih kehendak bebasnya sendiri dan mengembangkan pengetahuannya bahkan sampai tahap pencapaian ke-Buddha-an oleh dirinya sendiri karena pada dasarnya semua orang berpotensi menjadi Buddha.

Tidak Ada Ketakutan. Buddha adalah tokoh sejarah utama yang mempromosikan bangkitnya keyakinan rasional melawan takhayul keagamaan. Ia membebaskan manusia dari cengkeraman para imam, dan juga yang pertama kali menunjukkan jalan untuk bebas dari kemunafikan dan penindasan keagamaan. Ajaran Buddha adalah ajaran yang menggunakan nalar dan tidak memakai unsur ketakutan untuk mendesak orang lain dalam segala cara supaya percaya. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menjadi baik bukan karena takut akan ancaman api neraka atau karena imbalan kerajaan surga.

Tidak Ada Kepercayaan Membuta. Buddha tidak menjanjikan kebahagiaan surgawi, imbalan, atau keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Bagi-Nya, agama bukanlah suatu tawar-menawar tapi suatu jalan hidup mulia untuk mencapai Pencerahan dan keselamatan untuk diri sendiri dan orang lain. Buddha tidak menginginkan pengikut-Nya untuk percaya kepada-Nya secara membuta. Ia menginginkan kita untuk berpikir dan paham oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya ajaran Buddha disebut agama analisis.

Jangan Percaya Begitu Saja. Jangan percaya begitu saja akan apa yang engkau dengar; Jangan percaya begitu saja akan tradisi, desas-desus, atau banyaknya omongan; Jangan percaya begitu saja hanya karena hal itu tertulis di dalam kitab agamamu; Jangan percaya begitu saja pada kewenangan guru-gurumu; Namun melalui pengamatan dan analisis, jika engkau temukan bahwa suatu hal sesuai dengan nalar dan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri dan semua, maka terimalah dan hiduplah sesuai dengan hal tersebut.

Ilmiah. Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena metode dan ajaran Buddha bersifat ilmiah. Asas-asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apa pun tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai oleh para cendekiawan, ilmuwan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir bebas, sepanjang masa.

Matang Secara Intelektual dan Spiritual. Buddha berkata, “Dharma yang Kuajarkan hanya dapat dipahami oleh orang yang mampu berpikir.” Hanya mereka yang memiliki kecerdasan untuk menggunakan pikiran dengan jelas dan yang matang secara spiritual, tahu bagaimana menghargai Dharma ini sebagai Hukum Universal.

Agama Masa Depan. Albert Einstein, ilmuwan paling terkemuka pada abad ke-20: “Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini… Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah ajaran Buddha.”

Filsafat Tertinggi Bertrand Russell, pemenang Hadiah Nobel dan filsuf paling terkemuka pada abad ke-20: “Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai ajaran Buddha… Ajaran Buddha menganut metode ilmiah dan menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik. Ajaran Buddha membahas sampai di luar jangkauan ilmu pengetahuan karena keterbatasan peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan pikiran.”

Psikologi Tertinggi Dr. C.G. Jung, pelopor psikologi modern menyatakan penghargaannya: “Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya yakin bahwa ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia. Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan lainnya. Tugas saya adalah menangani penderitaan batin, dan inilah yang mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian.”

Welas Asih Universal Karena Welas Asih Buddha bersifat universal, Ia memandang semua makhluk besar dan kecil, dari serangga sampai hewan besar, tampak maupun tak tampak, adalah sederajat. Masing-masing mempunyai hak yang sama untuk berbahagia seperti halnya manusia. Anti-kekerasan Tidak ada yang dinamakan “perang suci” dalam ajaran Buddha. Buddha mengajarkan, “Yang menang menuai kebencian dan yang kalah hidup sengsara. Barang siapa yang tidak mencari menang dan kalah akan berbahagia dan damai.” Buddha tidak hanya mengajarkan anti-kekerasan dan perdamaian, Ia mungkin satu-satunya guru yang pergi ke medan pertempuran untuk mencegah pecahnya perang.

Tidak Ada Pengorbanan. Buddha tidak menyetujui pengorbanan hewan karena Ia memandangnya sebagai hal yang kejam dan tidak adil bagi siapa pun untuk merusak kehidupan makhluk lain demi keuntungan diri sendiri.

Penyetaraan Derajat. Buddha mengecam sistem kasta. Menurut-Nya, satu-satunya penggolongan umat manusia adalah berdasarkan kualitas perilaku moralnya. Buddha berkata, “Pergilah ke seluruh negeri dan babarkan ajaran ini. Katakan kepada mereka bahwa yang miskin dan yang hina, yang kaya dan yang mulia, semua adalah satu, dan bahwa semua kasta dipersatukan di dalam ajaran ini seperti sungai bermuara di lautan”. Persamaan Hak Pria dan Wanita Buddha, yang memandang bahwa kedua jenis kelamin memiliki hak yang seimbang, adalah guru agama pertama yang memberikan kebebasan penuh bagi wanita untuk turut serta dalam kehidupan beragama. Sikap-Nya yang memperbolehkan wanita untuk memasuki Sangha (menjadi biarawati) merupakan hal yang sangat radikal pada zaman itu. Sistem Parlementer Pertama Buddha adalah pemimpin pertama yang mendorong semangat musyawarah dan proses demokrasi. Dalam komunitas Sangha, setiap anggota memiliki hak individu untuk memutuskan hal-hal yang umum. Ketika permasalahan serius muncul, pokok persoalan diajukan dan dibahas dengan cara yang serupa dengan sistem parlementer demokrasi saat ini. Tanpa Penyalahgunaan Politik Buddha berasal dari kasta kesatria dan bergaul dengan para raja, pangeran, dan menteri. Tapi Ia tidak pernah menggunakan pengaruh kekuasaan politik untuk mengenalkan ajaran-Nya. Ia juga tidak memperbolehkan ajaran-Nya disalahgunakan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Ia mendorong para raja untuk menjadi teguh dari segi moral, mengajarkan bahwa negara tidak semestinya diperintah dengan ketamakan tapi dengan Welas Asih dan tenggang rasa bagi warganya.

Peduli Akan Kesejahteraan Ekonomi. Buddha juga peduli terhadap kesejahteraan material para umat awam karena kemapanan ekonomi sampai tingkat tertentu bisa menunjang pengembangan spiritual para umat. Ia tidak menghalangi mereka untuk mencari kebahagiaan duniawi, namun Ia menekankan bahwa dalam pencarian tujuan duniawi, para umat sebaiknya berhati-hati agar tidak melanggar aturan dasar moralitas.

Tidak Ada Penghukuman Abadi. Tidak ada konsep dosa yang tak terampuni dalam ajaran Buddha; tidak ada penghukuman abadi karena neraka pun tidaklah kekal. Buddha berkata bahwa semua perbuatan adalah baik atau buruk disebabkan ada atau tidaknya Kebijaksanaan. Selalu ada harapan sepanjang seseorang menyadari kesalahannya dan berubah untuk menjadi lebih baik. Agama yang Layak Buddha mengajarkan bahwa jika agama apa pun mengandung Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan, agama itu bisa dianggap sebagai agama yang layak. Hal ini karena agama yang benar-benar bermanfaat harus menuju pada pengakhiran total penderitaan (seperti dalam Empat Kebenaran Mulia), menunjukkan dengan jelas jalan yang rasional menuju kebahagiaan sejati (seperti dalam Jalan Mulia Beruas Delapan).

Ajaran yang Ceria. Sebagian orang berpikir bahwa ajaran Buddha adalah suatu agama yang suram dan murung. Tidaklah demikian, ajaran Buddha akan membuat para penganutnya menjadi cerah dan ceria. Apabila kita membaca kisah-kisah kelahiran Bodhisatta (bakal Buddha), kita belajar bagaimana Ia mengembangkan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk tetap ceria meskipun sedang berada di tengah kesulitan besar dan merasa bergembira terhadap kesejahteraan orang lain.

Tidak Ada Fanatisme. Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan mencari kekuasaan, keuntungan, atau bahkan bujukan untuk pindah agama? Buddha hanya menunjukkan jalan keselamatan, selanjutnya terserah setiap orang untuk memutuskan akan mengikutinya atau tidak.

Tak Setetes Darah Pun. Semangat toleransi dan pengertian adalah salah satu prinsip yang paling mengagumkan dari budaya Buddhis. Tak setetes darah pun dicucurkan demi penyebarluasan ajaran Buddha sepanjang sejarah 2.500 tahun. Misionari Pertama Ajaran Buddha adalah agama misionari pertama dalam sejarah dengan pesan universal bagi keselamatan segenap umat manusia.

Tidak Mengubah Agama Orang. Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga tidak menggunakan berbagai rayuan, tipuan, atau bujukan untuk memenangkan pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama orang.

Toleransi Luar Biasa. Teladan luar biasa dari toleransi umat Buddha ditunjukkan oleh Kaisar Asoka. Salah satu dekritnya terukir di batu karang, yang masih ada sampai hari ini di India: “Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus merugikan agama lain.”

Semangat Misionari. Perang suci dan diskriminasi agama tidak pernah mencemari sejarah umat Buddha. Misionari Buddhis tidak berhasrat untuk mengubah orang yang sudah menganut agama yang layak. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sejauh agama tersebut membantu orang untuk menjalani kehidupan religius dan menikmati kedamaian, keharmonisan, dan pengertian yang benar. Namun demikian, Buddha juga menganjurkan kita untuk membagi kebenaran dengan orang yang berminat dengannya.

Demi Kebahagiaan Semua. Sabda Buddha kepada murid-murid-Nya untuk menyebarluaskan Dharma: “Pergilah kalian, O Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar Welas Asih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dharma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dalam semangat maupun dalam ungkapan. Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya.” Tetap Hormat Suatu ketika, seorang pengikut agama lain menjadi yakin bahwa pandangan Buddha adalah benar dan pandangan gurunya adalah keliru, dia memohon kepada Buddha untuk menerimanya sebagai murid-Nya. Namun Buddha memintanya untuk mempertimbangkannya kembali dan tidak tergesa-gesa. Ketika orang tersebut mengungkapkan hasratnya kembali, Buddha memenuhi permintaannya dengan syarat dia meneruskan dukungan dan rasa hormatnya kepada gurunya yang dulu.

Mukjizat Terbesar. Bagi Buddha, mukjizat hanyalah perwujudan fenomena yang tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Mukjizat tidak dipandang sebagai ungkapan Pencerahan atau Kebijaksanaan. Walaupun Buddha sepenuhnya menguasai kemampuan batin, Ia tidak pernah menggunakan kekuatan-Nya untuk mendapatkan pengikut melalui kepercayaan membuta dan ketergantungan akan mukjizat. Ia mengajarkan bahwa mukjizat terbesar adalah perubahan orang yang gelap batin menjadi orang yang bijaksana.

Kebahagiaan Dalam Kehidupan Ini Juga. Ajaran Buddha bukanlah semata-mata agama kehidupan lain atau mendatang. Sekalipun menjalankan ajaran Buddha dalam kehidupan saat ini mendatangkan hasil positif yang berkelanjutan sampai kehidupan mendatang, kebanyakan buah dari hal-hal yang kita praktikkan bisa dilihat dalam kehidupan ini juga.

Jalan Tengah. Ajaran Buddha juga dikenal sebagai “Jalan Tengah” karena menghindari dua ekstrem. Ekstrem pertama adalah pencarian kebahagiaan melalui kenikmatan indrawi, yang bersifat rendah, umum, tidak bermanfaat, dan cara orang biasa; ekstrem yang lain adalah pencarian kebahagiaan melalui penyiksaan diri dalam berbagai bentuk pertapaan, yang menyakitkan, sia-sia, dan tidak bermanfaat.

Welas Asih dan Kebijaksanaan. Agama sering memandang rasio dan Kebijaksanaan laksana musuh dari emosi seperti kasih atau iman. Sebaliknya ilmu pengetahuan sering memandang emosi laksana musuh dari rasio dan objektivitas. Dan, tentu saja, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, agama mengalami kemerosotan. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa untuk menjadi pribadi yang betul-betul seimbang dan lengkap, kita harus mengembangkan baik Kebijaksanaan maupun Welas Asih. Dan karena tidak melulu dogmatis, namun didasarkan pengalaman, ajaran Buddha tidak pernah gentar menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan. Ehipassiko: Datang dan Lihatlah Sendiri Kebebasan berpikir itu sungguh penting. Ajaran Buddha dijalankan secara ehipassiko, yang artinya mengundang Anda untuk datang dan melihat sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja. Buddha menasihatkan kita untuk tidak mempercayai apa pun secara membuta.

¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•
Melalui kesempatan ini Yayasan Vipassana Indonesia akan menyediakan lahan subur tersebut dan memberi peluang kepada setiap orang agar memiliki kesempatan melakukan kebajikan menanam jasa ini.
Yayasan Vipassana Indonesia membutuhkan sebidang tanah seluas 1 hektar di pinggiran kota Medan.
Bila anda berminat melakukan kebajikan menanam jasa ini, silahkan hubungi kami atau mentransferkan dana anda ke rekening Yayasan Vipassana Indonesia.

BCA KCP Asia Mega Mas. Jl. Asia Raya. Kompleks Ruko Asia Mega Mas Blok BB No. 11 Medan - 20216, Indonesia. A/C : 830-518-6186 Swift Code : CENAIJA

Bank Artha Graha Jl. Dr. Sutomo No. 27 KLM Medan- 20232, Indonesia A/C: 070-123-3336 Swift Code: ARTGIDJA

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi :
Jacky Koeswandy
Hp. : 0811617618
Anna Torsina
Hp. 0811612402
PROFILE YAYASAN VIPASSANA INDONESIA

Akibat Karma




Apa yang kita terima saat ini adalah akibat dari pada berbuahnya karma baik/buruk dari kehidupan yang lampau. Ditambah dengan akibat dari pada berbuahnya karma baik/buruk dari kehidupan sekarang ini. Kemudian prilaku kita saat sekarang ini di tambah dengan karma masa lalu yang akan menentukan keadaan kita di masa yang akan datang. Sebagai contoh bayi yang terlahir dengan jasmani/rohani yang cacat adalah akibat dari berbuahnya karma buruk dari kehidupan yang lampau sedangkan meditator yang merasakan kebahagiaan saat meditasi adalah akibat dari berbuahnya karma baik dalam kehidupan ini. Semoga sesuai dengan pendapat anda. sadhu3x

¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•
Melalui kesempatan ini Yayasan Vipassana Indonesia akan menyediakan lahan subur tersebut dan memberi peluang kepada setiap orang agar memiliki kesempatan melakukan kebajikan menanam jasa ini.
Yayasan Vipassana Indonesia membutuhkan sebidang tanah seluas 1 hektar di pinggiran kota Medan.
Bila anda berminat melakukan kebajikan menanam jasa ini, silahkan hubungi kami atau mentransferkan dana anda ke rekening Yayasan Vipassana Indonesia.

BCA KCP Asia Mega Mas. Jl. Asia Raya. Kompleks Ruko Asia Mega Mas Blok BB No. 11 Medan - 20216, Indonesia. A/C : 830-518-6186 Swift Code : CENAIJA

Bank Artha Graha Jl. Dr. Sutomo No. 27 KLM Medan- 20232, Indonesia A/C: 070-123-3336 Swift Code: ARTGIDJA
Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi :
Jacky Koeswandy
Hp. : 0811617618
Anna Torsina
Hp. 0811612402
PROFILE YAYASAN VIPASSANA INDONESIA

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More