Sunday, 11 September 2011

Perbedaan Dua Sahabat Berubah Menjadi Persamaan


Terdapat sebuah kisah tentang dua orang bersahabat yang bernama Ayin dan Ayang. Mereka berdua adalah orang yang saleh, berjiwa besar, dan penuh cinta kasih. Ayin mempunyai agama atau kepercayaan yang berbeda dengan Ayang. Walaupun begitu mereka secara teratur bertemu untuk mendiskusikan keyakinan mereka, dengan tujuan mencari suatu persamaan yang mereka tidak ketahui namanya. Meskipun mereka saling menghormati dan mengajukan argumentasi dengan penuh sopan santun, namun pada setiap akhir pertemuan, mereka tidak pernah merasa puas. Segala cara dan metode diskusi yang diketahui telah mereka tempuh tapi tetap tidak menghasilkan apa-apa. Sampai mereka merasa putus asa, mereka mulai kehilangan kendali diri, dalam hati masing-masing mulai muncul perasaan "lebih unggul". Akhirnya tercetus kata-kata Ayin, "Ah, seandainya engkau adalah aku, tentu akan bisa memahami apa yang ingin kusampaikan, dan diskusi ini akan dapat membawa kita lebih mengerti 'sesuatu' itu." Ayang menimpali, "Hei, aku juga berpikir begitu. Tapi bagaimana cara kita bisa saling tukar diri kita masing-masing?"

Karena memang mereka tidak dapat saling tukar diri, maka tak lama kemudian mereka menemukan pemecahan yang disetujui paling tepat. Diputuskan, Ayin akan mempelajari agama atau kepercayaan Ayang dan Ayang akan mempelajari agama atau kepercayaan Ayin. Karena mereka memang menginginkan hasil terbaik dan terbenar, maka mereka berikrar akan mempelajari dengan sepenuh hati, berusaha memahami dengan hati terbuka, tidak malah mencari-cari titik kelemahan yang akan digunakan untuk menyerang lawannya. Akhirnya mereka berikrar, setelah 40 tahun mereka akan bertemu lagi untuk saling berdebat sampai ada yang mengaku kalah.

Konon cerita, 40 tahun kemudian, Ayin dan Ayang yang telah sama-sama tua, memenuhi ikrar mereka untuk saling bertemu pada senja hari di tempat terakhir mereka bertemu. Mereka saling berpandangan, tak sepatah kata pun yang terucapkan. Sinar mata mereka penuh kasih yang menghanyutkan sukma, senyum mereka begitu halus dan tulus. Mereka saling memeluk. Resonansi getaran jiwa mereka pada angin yang membelai, pada daun-daun yang berbisik, dalam seluruh relung ruang di jagad raya ini: "Saudaraku, kau selalu di dalam diriku, dan aku selalu di dalam dirimu ." Sejak saat itu tak ada lagi diskusi, karena dalam pelukan itu mereka mengerti tanpa mengetahui dan mendapatkan tanpa mencari.

Keberhasilan dalam hidup ini tergantung pada kemampuan kita beradaptasi terhadap perubahan yang timbul dalam setiap situasi dan menjadikannya suatu kesempatan yang terbaru. Dengan memahami bahwa usia muda, kesehatan, kekayaan dan bahkan hidup kita sendiri adalah tidak kekal adanya, maka kita seharusnya dapat memanfaatkan keadaan yang ada sebaik mungkin sebelum semuanya berakhir. Ini berarti kita harus mempraktekkan Delapan Ruas Jalan Kemuliaan untuk mencapai kebahagiaan dan Pencerahan. Sabda Sang Buddha yang terakhir, "Semuanya senantiasa berubah, berjuanglah dengan kerja keras."

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More