Sebuah cerita untuk renungan yang penulis kutip dari buku Cacing dan Kotorannya Jilid 1 oleh Ajahn Brahmavamso.
Suatu ketika ada seorang guru Rusia bernama Gurdjief yang memiliki sebuah komunitas di Prancis. Di dalam komunitas di Prancis. Di dalam komunitasnya, ada seorang pria yang benar-benar menjengkelkan. Ia selalu menggangu orang-orang dan menyusahkan mereka. Maka komunitas itu mengadakan pertemuan dengan mereka meminta Gurdjief mengusirnya, mengeluarkannya, karena dia selalu menciptakan percekcokan dan membuat orang-orang tidak bahagia. Tetapi Gurdjief tidak pernah mau. Akan tetapi kemudian, setelah ia meninggal, mereka baru menyadari bahwa sebenarnya ialah yang membayar pria itu untuk menetap di sana! Setiap orang yang ada disana harus membayar untuk makanan dan tempat tinggal. Tetapi Gurdjief ternyata malah membayar pria itu agar menetap di sana-untuk mengajarkan suatu hal kepada orang-orang di sana. Jika Anda hanya bisa bahagia ketika Anda hidup dengan orang-orang yang Anda suka, kebahagiaan Anda itu sama sekali tidak bernilai, karena Anda memang tidak berada dalam keadaan yang terganggu.
Sama seperti segelas air berlumpur, ketika belum diaduk, bukankah kelihatannya jernih?
Tetapi ketika setelah diguncang, lumpur muncul dari dasar gelas dan air menjadi keruh. Alangkah baiknya mengaduk gelas Anda untuk melihat apa yang sebenarnya terdapat di dalamnya. Maka pada saat masih hidup, Gurdjief membayar pria itu untuk mengaduk setiap orang untuk melihat apa yang terdapat di dalam mereka.
Indikator yang sangat bagus untuk menilai sejauh mana tahap kehidupan spiritual seseorang adalah dengan melihat sebaik apa ia berhubungan dengan orang lain-terutama dengan orang yang tidak menyenangkan. Bisakah Anda merasa damai ketika seseorang menyusahkan Anda? Bisakah Anda membuang kemarahan dan kejengkelan terhadap seseorang, terhadap suatu tempat atau terhadap diri Anda sendiri? Pada akhirnya kita harus bisa melakukannya, jika tidak, kita tidak akan pernah mendapatkan Pencerahan, kita tidak akan pernah mendapatkan kedamaian.
Bayangkan bagaimana rasanya berkata "Saya tidak akan pernah merasa jengkel lagi, saya tidak akan menentang atau menolak seseorang maupun kebiasaan-kebiasaan mereka. Jika saya tidak bisa melakukan apapun terhadap hal tersebut, maka saya akan belajar untuk hidup berdampingan secara damai dengan sesuatu yang tidak saya sukai itu. Daripada selalu mengalihkan diri dari kepedihan dan mencari kesenangan semata, saya akan belajar menerima kepedihan itu dengan damai." Coba bayangkan!
Kadang-kadang orang berpikir bahwa jika Anda tidak marah maka Anda cenderung hanya menjadi orang yang pasrah dan pasif, Anda membiarkan orang lain menginjak Anda, Anda menjadi orang yang hanya duduk berdiam diri dan tidak melakukan apapun. Tetapi tanyalah pada diri Anda, "Bagaimana perasaanku setelah marah? Apakah saya merasa berapi-api, penuh semangat?" Kita akan kelelahan ketika marah; kemarahan menghabiskan begitu banyak energi kita. Bahkan ketika kita merasa jengkel atau berpikiran negatif terhadap seseorang atau suatu tempat itupun sudah menghabiskan energi. Maka jika kita tidak ingin merasa begitu letih dan tertekan, sebagai percobaan, kita bisa mencoba untuk tidak merasa jengkel. Lihat betapa kita akan menjadi lebih sigap dan lebih bergairah. Kemudian kita dapat memancarkan energi itu dalam bentuk kepedulian terhadap sesama dan juga terhadap diri kita sendiri. Kita memiliki kekuatan untuk melakukan hal ini. Jika Anda benar-benar ingin mendapatkan jalur cepat menuju Pencerahan, cobalah dengan menghentikan kejengkelan dan kemarahan.
Pencerahan berarti tidak ada lagi kemarahan yang tersisa di dalam hati Anda. Tidak ada lagi keinginan pribadi ataupun kegelapan batin yang tersisa di dalam hati Anda.
0 comments:
Post a Comment