Wednesday 23 May 2012

Pilih jadi Umat Atau Bhikkhu?

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhasa
PILIH JADI UMAT ATAU BHIKKHU? 
Happy Moment, Happy in Dhamma

Mau jadi Bhikkhu? pertanyaan ini kadang-kadang menjadi monster bagi orang tua, yang tak mau ditinggalin anaknya, menakutkan. Tak jarang umat Buddha yang mengalami kebimbangan, bingung menentukan pilihan hidup, apakah mau hidup berumah-tangga, atau jadi Bhikkhu ? Dari kebimbangan itu, ada pula yang mempunyai solusi alternative, yaitu, menempuh kehidupan selibat ( tidak mau menikah dan bekerluarga ) namun juga tidak bergabung menjadi anggota Sangha.

Haruskah menjadi Bhikkhu? Burukkah menjadi sekadar " umat-awan"? bermanfaatkah menempuh hidup ke-Bhikkhu-an?

              Menjadi seorang Bhikkhu memang merupakan sebuah kamma baik, bahkan bisa di sebut sebagai "hal-terbaik" bagi seorang umat Buddha, sebab menjadi Bhikkhu adalah hal yang bermanfaat, bagi dirinya sendiri maupun bagi semua umat manusia.

Akan tetapi, seseorang tidak dapat memaksakan diri menjadi Bhikkhu, jika belum menjadi buah kamma nya. Sebab, bila ia memaksakan dirinya, maka, secara mental ia tidak akan "tahan" dalam menjalani hidup ke-Bhikkhu-an yang penuh dengan aturan-aturan ( vinaya ) yang sangat ketat, yang bertolak belakang dengan kehidupan sebagai umat awan / perumah tangga.

Sehingga, seorang umat Buddha tidak perlu malu-malu untuk hidup sebagai umat awam jika memang kamma dan buah karmanya belum matang untuk ke sana. Sebaliknya, seseorang yang sudah masak buah karmanya, tidak pula dapat dihalang-halangi tekad nya untuk menjadi Bhikkhu atau mencapai kesempurnaan. Pangeran Gaotama, karena telah masaknya kesempurnaan yang beliau pupuk sejak empat  ( 4 ) Asankeyya dan seribu ( 100.000 ) kappa yang lampau, tidak dapat di cegah oleh keluarganya saat beliau hendak pergi meninggalkan istana, tahta, harta, istri, selir-selir, dan semua kemewahan yang beliau miliki saat itu, demi merealisasi ke-Buddha-an.

Dalam peraturan Agama Buddha, seseorang yang belum berumur 16 tahun harus meminta izin orang tua nya dulu sebelum jadi Bhikkhu. Tetapi jika sudah lewat 16 tahun tak perlu meminta izin. Peraturan ini di buat Buddha, sejak sejak Buddha mentahbiskan Rahula sebagai Bhikkhu, lalu membuat Raja Suddhodana sedih, dan meminta agar Buddha membuat peraturan bagi anak di bawah 16 tahun hendaknya perlu izin orang tua nya terlebih dahulu.

                 Kembali ke soal tadi, perlu atau tidaknya menjadi Bhikkhu?

                 jawabannya: tergantung matangnya buah kamma.

Sebenarnya orang beragama itu bukanlah soal keinginan, tapi soal buah kamma. Dulu saya pernah bilang, semua orang pernah merasakan neraka. Karena orang cuman mau ke surga jika sudah pernah merasa neraka. Begitu pula orang cuma mau benar jika sudah pernah salah. 

Jika memang orang beragama itu karena keinginan, tentu dari dulu kita sudah langsung ke agama, Islam, Hindu, Buddha,dan sebagainya. Tapi kenapa harus lahir berkali-kali. Kadang-kadang sebagai Kristen, lalu sebagai, Hindu, lalu sebagai, Buddhist? Ini semua karena perjalanan mental membutuhkan kamma-kamma yang sesuai untuk bisa mendapatkan keinginan yang di kehendaki.
  ¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*
Diambil dari Buku Y.M Bhikkhu Khemanando-Terapi Hati Menurut Buddha Dharma (Heart Treatment) (2011). 
Profile Bhikkhu Khemanando

¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫¸.•♥•.¸¸.•♥•.¸♪♫•*¨¸.•♥•.¸♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•♫♪♪♫•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•


0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More